Wednesday, October 2, 2019

sebuah kata motivasi..

""bersabar dan usaha nanti juga akan ketemu hasilnya"""

Monday, March 18, 2019

ASUHAN KEPERAWATAN KETULIAN


ASUHAN KEPERAWATAN KETULIAN
A.      PENGERTIAN
Tuli ialah keadaan dimana orang tidak dapat  mendengar sama sekali (total deafness), suatu bentuk yang ekstrim dari kekurangan pendengaran. Istilah yang sekarang lebih sering digunakan ialah kekurangan pendengaran (hearing-loss)
(Louis,1993).

Anatomi Fisiologi Telinga
   Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Telinga Luar, terdiri dari :
a.     Pinna/Aurikel/Daun Telinga
Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit, melekat pada sisi kepala.Pinna membantu mengumpulkan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus.
b.    Liang Telinga/Kanalis Autikus Externus (KAE)
Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian medial, seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang rawan ini.

c.     Kanalis Auditorius Exsternus
Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung kelenjar glandula seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut juga serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan kulit. Kanalis Auditorius Eksternus akan berakhir pada membran timpani.
2.Telinga Tengah, terdiri dari :
a.     Membran Timpani/Gendang Telinga membatasi telinga luar dan  tengah.
Merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncak-nya umbo mengarah ke medial. Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis, lapisan fibrosa, tempat melekatnya tangkai malleus dan lapisan mukosa di bagian dalamnya.

b.    Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan ditemu-kan 3 buah tulang pendengaran yang meliputi :
1)                  Malleus, bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga.
2)                  Inkus, menghubungkan maleus dan stapes.
3)                  Stapes, melekat pda jendela oval di pintu masuk telinga dalam.
c.     Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian bawah samping kavum timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat dibelakang bawah antrum di dalam tulang temporalis.
d.    Tuba Auditiva Eustakhius
Dimana terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring kebawah agak ke depan dilapisi oleh lapisan mukosa. Tuba Eustakhius adalah saluran kecil yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga.
3.Telinga Dalam, terdiri dari :
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan.


B.       ETIOLOGI
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh : Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif)  yaitu :
1. Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf
     Pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
2. Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan menjadi :
a.       Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga dalam.
b.      Penurunan fungsi pendengaraan neural (jika kelainannnya terletak pada saraf pendengaran  atau jalur saraf pendengaran di otak).
3. Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan
     Tetapi mungkin juga disebabkan oleh :
a. Trauma akustik (suara yang sangat keras)
b. Infeksi virus pada telinga dalam
c. Obat-obatan tertentu
d. Penyakit meniere.
4. Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh :
     a. Tumor oatak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf disekitarnya dan
batang otak
b.  Infeksi
c.  Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke)
d. Dan beberapa penyakit keturunan (misalnya penyakit Refsum).
5. Pada anak-anak,kerusakan saraf pendengaran bisa terjadi akibat :
a. Gondongan
b. Campak jerman (rubella)
c. Meningitis
d. Infeksi telinga dalam.
Kerusakan jalur saraf pendengaran di otak bisa terjadi akibat penyakit demielinasi (penyakit  yang menyebabkan kerusakan pda selubung saraf).

C.       GEJALA KEHILANGAN PENDENGARAN
1) Deterlorisasi wicara
       Individu yang bicara dengan bagian akhir kata tidak jelas atau dihilangkan, atau mengeluarkan kata-kata bernada datar, mungkin karena tidak mendengar dengan baik, Telinga memandu suara, baik kekerasan maupun ucapannya.
2) Keletihan
      Bila Individu merasa mudah lelah ketika mendengarkan percakapan atau pidato, keletihan bisa disebabkan oleh usaha keras untuk mendengarkan. Pada keadaan ini, Individu tersebut menjadl mudah tersinggung.
3) Acuh
      Individu yang tak bisa mendengar perkataan orang lain mudah mengalami depresi dan ketidaktertarikan terhadap kehidupan secara umum. Menarik dlri dari sosial Karena tak mampu rnendengar apa yang terjadi di sekitarnya.
4)  Rasa tak nyaman
      Kehilangan rasa percaya diri dan takut berbuat salah menciptakan suatu perasaan tak aman pada kebanyakan orang dengan gangguan pendengaran. Tak ada seorang pun yang menginglnkan untuk mengatakan atau melakukan hal yang salah yang cenderung membuatnya nampak bodoh. Tak mampu membuat keputusan-prokrastinal.Kehilangan kepercayaan diri membuat seseorang dengan gangguan pendengaran sangat kesulitan untuk membuat keputusan.
5)  Kecurigaan
     Individu dengan kerusakan pendengaran, yang sering hanya mendengar sebagian dari yang dikatakan, bisa merasa curiga bahwa orang lain membicarakan dirinya atau bagian percakapan yang berhubungan dengannya sengaja diucapkan dengan lirih sehingga la tak dapat mendengarkan
6)   Kebanggaan semu
      Individu dengan kerusakan pendengaran berusaha menyembunyikan kehilangan pendengarannya. Konsekwensinya, ia sering berpura-pura mendengar padahal sebenarnya tidak.
Kesepian dan ketidak bahagiaan Meskipun setiap orang selalu menginginkan ketenangan, namun kesunyian yang dipaksakan dapat membosankan bahkan kadang menakutkan. Individu dengan kehilangan pendengaran sering merasa (terasing)
7)   Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik
8)   Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)
9)   Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal
10)  Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
11)   Pusing atau gangguan keseimbangan
D.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
 1. Pemeriksaan Otoskopik
Menggunakan alat otoskop untuk memeriksa meatus akustikus eksternus dan membrane timpani dengan cara inspeksi :
Hasil:
 a. serumen berwarna kuning, konsistensi kenta
 b. dinding liang telinga berwarna merah muda
 2. Tes Ketajaman PendengaraN
 a. Tes penyaringan sederhana
 Hasil :
-klien tidak mendengar secara jelas angka-angka yang disebutkan
-klien tidak mendengar secara jelas detak jarum jam pada jarak 1-2 inchi
 b. uji ritme
Hasil : klien tidak mendengarkan adnya getaran garpu tala dan tidak jelas mendengar adnya bunyi dan saat bunyi menghilang.

E.       PENATALAKSANAAN
   1. Membersihkan liang telinga dengan penghisap atau kapas dengan hati-hati.Penilaian  terhadap secret,oedema dinding kanalis dan membrane timpani bila  memungkinkan.
   2. Terapi antibiotika local, topical dan sistemik
 3. Terapi analgetik

F.       PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a)      Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah. Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
b)      Audiometri Ambang bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
c)      Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan). Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif. Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan.
d)     Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran.Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran.
G.      MANIFESTASI KLINIS
1.      Agen infeksi berupa bakteri atau jamur :
a) Pseudomonas Aeruginosa
b)Streptococcus
c) Staphylococcus
d)Aspergillus
2.      Allergen eksternal berupa:
a)Kontak dengan kosmetik
b)Hair spray
c)Earphone
d)Anting – anting
e)Hearing aid (Alat bantu mendengar)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Perawat perlu melakukan anamnesa dari keluhan klien seperti :
Nyeri saat pinna (aurikula) dan tragus bergerak
1.    Nyeri pada liang tengah
2.    Telinga terasa tersumbat
3.    Perubahan pendengaran
4.    Keluar cairan dari telinga yang berwarna kehijauan
Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan kepada klien diantaranya :
1).  Kapan keluhan nyeri terasa oleh klien
2).  Apakah klien dalam waktu dekat lalu berenang dilaut,kolam renang
3). Apakah klien sering mengorek-ngorek telinga sehingga mengakibatkan nyeri setelah dibersihkan
4). Apakah klien pernah mengalmi trauma terbuka pada liang telinga akibat terkena benturan sebelumnya
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)    Gangguan rasa nyaman nyeri : nyeri pada telinga berdasarkan dengan Reaksi inflamasi,reaksi infeksi pada telinga.
                        2)    Perubahan persepsi sensory : pendengaran berdasarkan dengan Obstruksi pada kanalis akustikus eksternus akibat infeksi agen bakteri.
                        3)  Resiko tinggi injury berdasarkan dengan penurunan proses Pendengaran.
INTERVENSI
1)    Gangguan rasa nyaman nyeri : nyeri pada telinga berdasarkan dengan Reaksi inflamasi,reaksi infeksi pada telinga.
Tujuan       : Rasa nyaman klien terpenuhi,nyeri berangsur-angsur
                            Hilang.
Kriteria hasil    : Menunjukan rasa nyaman pada telinga
Intervensi        :
1)    Kompres air hangat local 20 menit selama 3 kali  sehari  dengan
      menggunakan handuk dan air hangat
             Rasional     : untuk mengurangi nyeri telinga pasien
2)  Istirahat klien
               Rasional   : untuk mengurangi rasa tidak nyaman klien
3)   Membatasi gerakan kepala
              Rasional     : untuk memenuhi rasa nyaman pada telinga klien
                        2)    Perubahan persepsi sensory : pendengaran berdasarkan dengan Obstruksi pada kanalis akustikus eksternus akibat infeksi agen bakteri.
Tujuan             : Persepsi sensory pendengaran baik
Kriteria Hasil   : Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris,Pendengaran sampai pada tingkat fungsional.
Intervensi        :
1)  Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran Secara tepat.
Rasioanl : untuk memberikan pengetahuan klien untuk menggunakan dan mearawat alat pendengaran secara tepat.
2)  Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman,Sehingga dapat      mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
Rasional   : untuk mengurangi cidera pada telinga klien.
3)         Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik amupun lokal).
Rasional   : untuk memenuhi rasa nyaman klien.
                        3)  Resiko tinggi injury berdasarkan dengan penurunan proses Pendengaran.
Tujuan             : Tujuan tidak terjadi resiko injury
Kriteria hasil    : menunjukan sudah tidak terjadi   injury
Intervensi        :
1) Kaji kemampuan klien dalam memberikan obat   tetes telinga atau salep telinga
Rasional  : untuk mengurangi nyeri klien
2) Jelaskan pada klien tentang penyakit yang dialaminya,penyebab  terjadinya penyakit tsb dan kemungkinan rencana pembedahan yang akan dilakukan pada klien.
Rasional  : untuk memberikan rasa nyaman pada klien.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
           Ketulian disebabkan karena virus Toxoplasma Rubella atau campak, Herpes, dan Sipilis. Terkadang kedua orang tua tidak menyadari bahwa dirinya telah mengidap virus tersebut sehingga menyebabkan ketulian pada anaknya kelak.           
             Ketulian juga bisa dialami ketika anak pada masa pertumbuhan, misalnya pada saat lahir, anak lahir normal hanya saja menjelang usia 10 tahun ia mengalami sakit sehingga diberikan obat dengan dosis tinggi sehingga menyerang telinganya.
               Jadi ada gangguan pendengaran karena obat-obatan yang memiliki efek samping menyebabkan ketulian. Seperti pil kina juga mempunyai pengaruh yang besar pada telinga, maupun aspirin juga terbilang rawan, oleh karena Itu harus hati-hati bila digunakan.
                Faktor genetik juga bisa mempengaruhi, misalnya kedua orang tuanya normal, namun kakek dan neneknya memiliki riwayat pernah mengalami ketulian. Hal ini bisa berdampak pada anak. Anak terlahir dengan disedot, vakum, Caesar juga bisa merusak saraf pendengaran. Jika anak mengalami tuli saraf, tentu tidak bisa disembuhkan, hanya bisa di bantu dengan alat bantu dengar semata.




DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002),keperawatan medical bedah.Edisi 8.EGC.Jakarta
Drs.H.Syaifuddin, AMK.Anatomi Fisiologi.Edisi 3.EGC.Jakarta.














ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA


ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA
A.      PENGERTIAN
OMA (Otitis Media Akut) adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah (Mansjoer, 2001)
OMA adalah peradangan telinga bagian tengah yang disebabkan oleh pejalaran infeksi dari tenggorok (farinitis) A sering terjadi pada anak-anak (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas)
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu : 
· Otitis Media Akut
· Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)
· Otitis Media Kronik 

-Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi. 
-Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi
-Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang.
 Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.

B.       ETIOLOGI
Faktor penyebab penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain :
1.        Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat :
a.         Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
Patogen tersering yang diisolasi dari telinga pasien dengan OMSK adalah P. aeruginosa dan S. aureus. Bakteri anaerob juga sering ditemukan dalam penelitian. Jamur biasanya jarang muncul kecuali bila terdapat super infeksi pada liang telinga. (Buchman,2003).
b.         Obstruksi anatomik tuba eustachius parsial / total
2.        Perforasi membran timpani yang menetap
3.        Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah.
4.        Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi (timpano-sklerosis).
5.        Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6.        Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum, atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.





C.      PATOFISIOLOGI
OMA sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius.
Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel darah putih akan melawan sek-sel bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri, sedikitnya terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengatran di telinga dalam bergerak bebas. Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

D.      MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien :
1.      Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap
2.      Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
3.      Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai 39,50oC, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.
4.      Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
5.      Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek)
6.      Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat,
7.      Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan  menarik-narik telinga pada anak yang belum dapat bicara
8.      Anoreksia (umum)
9.      Limfadenopati servikal anterior.

E.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.         Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2.         Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
3.         Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
4.         Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara.

F.       PENATALAKSANAAN
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya :
·         Stadium oklusi
       Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang. Pemberian obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus diobati, antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus atau alergi
·         Stadium presupurasi
       Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran timpani terlihat hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan golongan Penicillin diberikan Eritromisin.
·         Stadium supurasi
       Pemberian antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpani masih utuh untuk menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
·         Stadium resolusi
       Pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu jika tidak terjadi resolusi.
·           Tindakan pembedahan
G.      KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada OMA adalah :
1.      Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
2.      Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
3.      Tuli
4.      Peradangan pada selaput otak (meningitis).
5.      Abses otak.
6.      Ruptur membrane timpani
7.      Tuli jangka pendek


























BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN

A. Biodata

a.       Identitas
            Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.

b.      Keluhan utama
            Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan, adakah keluhan seperti pilek dan batuk.

c.       Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.  Seperti penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.

d.      Riwayat Penyakit Dahulu
 Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran (kapan, berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi), apakah riwayat pada anggota keluarga.

e.      Riwayat Kesehatan Keluarga
            Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat alergi pada keluarga.


f.        Riwayat Psikososial
            Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya. Pada kasus ini riwayat psikososial dapat terjadi diantaranya :
Ø  Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Ø  Aktifitas terbatas
Ø  Takut menghadapi tindakan pembedahan

B. Pemeriksaan Fisik
1.      Inspeksi :
Ø  Keadaan umum.
Ø  Adakah cairan yang keluar dari telinga.
Ø  Bagaimana warna, bau, jumlah.
Ø  Apakah ada tanda-tanda radang.
Ø  Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium
C. Pemeriksaan Diagnostik
Ø  Tes Audiometri : AC menurun
Ø   X ray : terhadap kondisi patologi
    Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.
  D. Pemeriksaan pendengaran
Ø  Tes suara bisikan
Ø  Tes garputala
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      gangguan rasa aman nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
2.      resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori auditorium
3.      resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pengobatan

INTERVENSI
1.        Gangguan rasa aman nyaman (nyeri) berhubungan dengan  proses peradangan pada telinga
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak merasakan nyeri bahakan hilang.
Kriteria hasil : pasien tampak Rileks dan nyeri berkurang.
Intervensi :
1.    kaji ulang keluhan nyeri perhatikan tempat dan karakteristik.
2.      Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
3.    Kompres hangat dan dingin.
4.    Kolaborasi pemberian obat analgetik (sesuai indikasi)
2.        Resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori auditorius
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien tidak terjadi injuri
Kriteria hasil : Tidak terjadi injury atau perlukaan.
Intervensi :
1.    Pegangi atau dudukkan pada saat makan
2.    Pasang restraint pada sisi tempat tidur.
3.    Jaga saat beraktivitas jika jatuh.
4.    Tempatkan perabot teratur
3.        Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil : tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1.    Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo.
2.     Jaga kebersihan pada daerah liang telinga .
3.    Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi)
4.      Kolaborasi pemberian antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth.2002. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC
Ludman, Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit THT, Jakarta, Hipokrates, 1996
Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien.ed 3. Jakarta : EGC
Mansjoer,Arief,dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3: Jakarta, Mediaacs culapius