Monday, June 1, 2015

STROKE NON HEMORAGIK

STROKE  NON HEMORAGIK

A.  Definisi
Gangguan  peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi otak yang diakibatkan   oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
 Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75 – 85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176).

B.  Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1.   Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )
2.    Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )
3.    Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

C.  Faktor resiko pada stroke
1.       Hipertensi
2.       Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3.       Kolesterol tinggi
4.       Obesitas
5.       Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6.       Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7.       Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
8.       Penyalahgunaan obat ( kokain)
9.       Konsumsi alkohol
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

D.  Manifestasi klinis
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat:
a. Sementara
   Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
b.Sementara,namun lebih dari 24 jam
   Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND)
c. Gejala makin lama makin berat (progresif)
   Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution
d.     Sudah menetap/permanen
(Harsono,1996, hal 67)

E.          Patways
F.   Pemeriksaan Penunjang
1.    CT Scan           
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2.     Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri
3.    Pungsi Lumbal
-          menunjukan adanya tekanan normal
-          tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya  perdarahan
4.    MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5.    EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6.    Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7.    Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)

G. Penatalaksanaan
1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral .
2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

H.KOMPLIKASI

Hipoksia Serebral
Penurunan darah serebral
Luasnya area cedera
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

I.        Pengkajian
a.       Pengkajian Primer
-          Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
-          Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
-          Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

b.      Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
-          kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
-          mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
-          Perubahan tingkat kesadaran
-          Perubahan tonus otot  ( flaksid atau spastic),  paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
-          gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
-          Riwayat penyakit jantung (  penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
-          Hipertensi arterial
-          Disritmia, perubahan EKG
-          Pulsasi : kemungkinan bervariasi
-          Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
-          Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
-          Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
-          kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
Data Subyektif:
-          Inkontinensia, anuria
-          distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ),  tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
-          Nafsu makan hilang
-          Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
-          Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
-          Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
-          Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
-          Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
-          Pusing / syncope  ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
-          nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral  atau perdarahan sub arachnoid.
-          Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
-          Penglihatan berkurang
-          Sentuhan  : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
-          Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
-          Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
-          Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam  ( kontralateral )
-          Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
-          Afasia  ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
-          Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
-          Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
-          Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral

7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
-          Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
-     Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
-          Perokok ( factor resiko )
9.Keamanan
Data obyektif:
-         Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
-         Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
-         Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
-         Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
-         Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri
10. Interaksi social
Data obyektif:
-          Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
 (Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

J. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah  : penyakit oklusi,  perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral
Dibuktikan oleh  :
-          Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori
-          Perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan
-          Deficit sensori , bahasa, intelektual dan emosional
-          Perubahan tanda tanda vital

Tujuan  Pasien / criteria evaluasi ;
-          Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor
-          Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
-          Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran  / kekambuhan
Intervensi :
Independen
-          Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi  individu/ penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK
-          Monitor dan catat status neurologist secara  teratur
-          Monitor tanda tanda vital
-          Evaluasi pupil  (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya )
-          Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur, perubahan lapang pandang  / persepsi lapang pandang
-          Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi
-          Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral .
-          Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi
Kolaborasi
-          berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
-          berikan medikasi sesuai indikasi :
·         Antifibrolitik, misal aminocaproic acid ( amicar )
·         Antihipertensi
·         Vasodilator perifer, missal cyclandelate,  isoxsuprine.
·         Manitol

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir
Kriteria hasil:
-          Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
-          Ekspansi dada simetris
-          Bunyi napas bersih saat auskultasi
-          Tidak terdapat tanda distress pernapasan
-          GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
-          Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
-          Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal
-          Penghisapan sekresi
-          Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
-          Berikan oksigenasi sesuai advis
-          Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
Pola nafas efektif
Kriteria hasil:
-          RR 18-20 x permenit
-          Ekspansi dada normal
Intervensi :
o   Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
o   Auskultasi  bunyi nafas.
o   Pantau penurunan bunyi nafas.
o   Pastikan kepatenan O2 binasal
o   Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
o   Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
o   Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan


DAFTAR PUSTAKA


  1. Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996
  2. Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan  pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993
  3. Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996
4.   Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth,   Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC ,2002
 5.   Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta,  EGC, 2000
6. Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996               










LAPORAN PENDAHULUAN AMI (Akut miokard infark)

LAPORAN PENDAHULUAN
AMI (Akut miokard infark)


A.    Latar Belakang
Akut miokard infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau nekrose otot jantung yang disebabkan oleh berkurangnya atau terhentinya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang memadai.
Berawal dari proses aterosklerosis yang merupakan faktor etiologi utama yang mendasari terjadinya penyakit jantung koroner, terbentuknya plaque dari aterosklerosis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah arteri, bila plaque itu pecah dan berdarah dapat menyebabkan trombosis dan obstruksi arteri koroner. Obstruksi pembuluh darah lebih dari 75 % akan meningkatkan resiko kematian 30-40%.
     Penyempitan atau obstruksi total pembuluh arteri koroner akan mempengaruhi perfusi koroner. Suplai oksigen yang kurang atau tidak ada, menyebabkan iskemia miokard, pada iskemia memaksa miokardium mengubah metabolisme bersifat anaerob dimana asam laktat yang dihasilkan tertimbun di sel-sel miokard akan menstimulasi ujung saraf dan menimbulkan nyeri dada, serta kadar pH sel akan berkurang atau asidosis.
     Iskemia miokard yang berlangsung lama lebih dari 30-45 menit menyebabkan kerusakan sel-sel miokard yang irreversibel dan nekrosis. Pada keadaan demikian fungsi ventrikel terganggu, kekuatan kontraksi berkurang, penurunan stroke volume dan fraksi ejeksi serta gangguan irama jantung. Hal ini akan mengubah hemodinamika. Mekanisme kompensasi output kardial dan perfusi yang mungkin meliputi stimulasi simpatik berupa peningkatan heart rate, vasokonstriksi dan hipertrofi ventrikel.
     Proses terjadinya infark miokard terbagi dalam tiga zona, yaitu zona nekrotik (infark), zona injuri dan zona iskemia. Zona injuri dan iskemia berpotensi dapat pulih kembali terantung pada kemampuan jaringan sekitar iskemia yang membentuk sirkulasi kolateral untuk reperfusi cepat.
     Luasnya infark tergantung pada pembuluh darah arteri yang tersumbat, miokard infark paling sering mengenai ventrikel kiri dan area yang terkena dapat seluruh dari lapisan otot jantung (infark transmural) atau hanya mengenai sebagian dalam lapisan miokard (infark subendokardial).
Hasil observasi di ruang ICCU RSUD dr Moewardi Surakarta didapatkan hampir 70% pasien yang dirawat disana menderita penyakit Infark myokard baik itu AMI, Recent AMI maupun OMI. Dari data tersebut penulis tertarik untuk membahas kasus infark myokard pada salah satu pasien disana yaitu pada pasien Ny. M dengan Recent AMI Anteroseptal.

B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan stase keperawatan gawat darurat, saya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan miokard infark dengan kegawatan medis.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mampu menjelaskan definisi miokard infark
b.      Mampu menjelaskan etiologi miokard infark
c.       Mampu menjelaskan patofisiologi miokard infark
d.      Mampu menjelaskan manifestasi klinik miokard infark
e.       Mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik miokard infark
f.       Mampu menjelaskan penatalaksanaan miokard infark
g.      Mampu menjelaskan komplikasi miokard infark
h.      Mampu melaksanakan asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan miokard infark dengan kegawatan medis.


TINJAUAN PUSTAKA
ACUT MYOCARD INFARC (AMI)

A.    Definisi
AMI merupakan kondisi kematian pada miokard (otot jantung) akibat dari aliran darah ke bagian otot jantung terhambat.
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang (Brunner & Sudarth, 2002).
Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Suyono, 1999).

B.     Etiologi
AMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkab kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:
1.   Berkurangnya suplai oksigen ke miokard
            Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain:
a.       Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.
b.      Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardac out put (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.
c.       Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
2.   Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak bertambah. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard  bisa memicu terjadinya infark karea semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan  asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.



C.    Faktor resiko
1.    Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
a.  Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak merokok.
b. Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial. Tidak semua literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
c.  Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik
d. Hipertensi sistemik.
Hipertens sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu  hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load  yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
e.  Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
f.  Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
g. Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).
2.    Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya
a.       Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya setelah menopause)
b.      Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK)pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa menopause
c.       Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK  sebelm usia 70 tahun merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat
d.      RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia.
e.       Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.
f.       Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah  sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
g.      Kelas social
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual

D.    Patofisiologi
AMI  terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama  yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner / coronary artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak  (plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di  dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplay darah dan oksigen pada jantung) Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung ang rusak itu akan mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini
Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok;  dan paparan suhu dingin yang ekstrim Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika terlambat dalam penangananya. Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu Desenden Anterior dan arteri sirkumpeks kiri. Arteri koronaria Desenden Anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung. Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan ventrikel kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding lateral kiri  dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel posterior.Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan diafragmatik ventrikel kiri.  Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial. Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi (disekeliling daerah infark).
Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut: Daya kontraksi menurun; Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi); Perubahan daya kembang dinding ventrikel; Penurunan volume sekuncup; Penurunan fraksi ejeksi. Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini: Ukuran infark à jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik; Lokasi Infark àdinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior; Sirkulasi kolateral à berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka gangguan yang terjadi minimal;      Mekanisme kompensasi à bertujuan untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.

E.     Manifestasi Klinis
Tidak semua serangan mulai secara tiba-tiba disertai nyeri yang sangat parah seperti yang sering kita lihat pada tayangan TV atau sinema. Tanda dan gejala dari serangan jantung tiap orang tidak sama. Banyak serangan jantung berjalan lambat sebagai nyeri ringan atau perasaan tidak nyaman. Bahkan beberapa orang tanpa gejala sedikitpun (dinamakan silent heart attack). Akan tetapi pada umumnya serangan AMI ini ditandai oleh beberapa hal berikut
1.      Nyeri Dada
Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan  nyeri dada. Perbedaan dengan nyeri pada angina adalah nyer pada AMI lebih panjang yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak.Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Meskipun AMI memiliki ciri nyeri yang khas yaitu menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy. gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan oedem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut).
Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun bila pasien-pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu, rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.
2.      Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi.Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya  disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
3.      Gejala Gastrointestinal
peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.
4.      Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas)
5.      Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat, kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai.
6.      Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1.             Nyeri :
·           Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
·           Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
·           Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
·           Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
·           Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan  leher.
·           Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
·           Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
2.             Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
·           CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan  pada otot jantung  meningkat antara  4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam,  kembali normal dalam 36-48 jam.
·           LDH/HBDH
Meningkat dalam  12-24 jam dam memakan  waktu lama untuk kembali normal
·           AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4  hari.
3.             EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal  adanya  gelombang T tinggi dan simetris. Setelah  ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian  ialah adanya  gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.

F.     Komplikasi
Perluasan infark dan iskemiapasca infark,aritmia (sinus bradikardi, supraventrikulertakiaritmia,aritmia ventrikular, gangguan konduksi), disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi, dan shock), infarkventrikel kanan, defek mekanik, ruptur miokard,aneurisma ventrikel kiri,perikarditis, dan trombus mural.

G.    Pemeriksaan Penunjang
1.        EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
2.        Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
3.        Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi
4.        Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
5.        Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6.        Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
7.        GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
8.        Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
9.        Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau  aneurisma ventrikuler.
10.    Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.


11.    Pemeriksaan pencitraan nuklir
a.    Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
b.    Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12.    Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
13.    Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
14.    Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
15.    Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
16.    Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

H.    Penatalaksanaan 
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut.Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan AMI:
1.      Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul.
2.      Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan
3.      Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri
4.      Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupa nutrisi lewat mulut karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani jantung.
5.      Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin (antiplatelet)  untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel.
6.      Nitroglycerin dapat diberikan  untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat membedakan apakah ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang dengan pemberian nitrogliserin.
7.      Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin
8.      Pada prinsipnya jika mendapatkan korban yang dicurigai mendapatkan serangan jantung, segera hubungi 118 untuk mendapatkan pertolongan segera. Karena terlambat 1-2 menit saa nyawa korban mungkin tidak terselamatkan lagi
I.       Proses Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Primary survey
1)      Airways
·       Sumbatan atau penumpukan secret
·       Wheezing atau krekles
2)      Breathing
·       Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
·       RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler  dangkal
·       Ronchi, krekles
·       Ekspansi dada tidak penuh
·       Penggunaan otot bantu nafas
3)      Circulation
·       Nadi lemah , tidak teratur
·       Takikardi
·       TD meningkat / menurun
·       Edema
·       Gelisah
·       Akral dingin
·       Kulit pucat, sianosis
·       Output urine menurun
b.      Secondary Survey
1)      Aktifitas
Gejala :
c.     Kelemahan
d.    Kelelahan
e.     Tidak dapat tidur
f.     Pola hidup menetap
g.    Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
1.    Takikardi
2.    Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2)      Sirkulasi
Gejala :    
-       riwayat IMA sebelumnya
-       penyakit arteri koroner
-       masalah tekanan darah
-       diabetes mellitus
Tanda :
-       Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
-       Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
-       Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
-       Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
-       Friksi ; dicurigai Perikarditis
-       Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
-       Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
-       Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3)      Integritas ego
Gejala :     menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
Tanda :     menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
4)      Eliminasi
Tanda :     normal, bunyi usus menurun.

5)      Makanan atau cairan
Gejala :     mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda :     penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6)      Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7)      Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8)      Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
-       Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
-       Lokasi :          
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
-       Kualitas           :
     “Crushing  ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
-       Intensitas :
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami. 
-       Catatan            : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia 
9)      Pernafasan:
Gejala :
-       dispnea tanpa atau dengan kerja
-       dispnea nocturnal
-       batuk dengan atau tanpa produksi sputum
-       riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
-       peningkatan frekuensi pernafasan
-       nafas sesak / kuat
-       pucat, sianosis
-       bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10)  Interkasi social
Gejala :
-       Stress
-       Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
-       Kesulitan istirahat dengan tenang
-       Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut ), menarik diri

2.      Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1)      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar  edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai dengan :
-        Dispnea berat
-        Gelisah
-        Sianosis
-        Perubahan GDA
-        Hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS.
Kriteria hasil :
-        Tidak sesak nafas
-        Tidak gelisah
-        GDA dalam batas Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan saturasi < 80 mmHg )
Intervensi :
a.    Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan
b.    Auskultasi paru untuk  mengetahui penurunan / tidak adanya  bunyi nafas  dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
c.    Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya, batuk,  penghisapan lendir dll.
d.   Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
e.    Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.
2)      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :
-        Daerah perifer dingin
-        EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
-        RR lebih dari 24 x/ menit
-        Kapiler refill lebih dari 3 detik
-        Nyeri dada
-       Gambaran foto torak terdapat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
-       HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
-        Nadi lebih dari 100 x/ menit
-        Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi  jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
-        Daerah perifer hangat
-        Tidak ada sianosis
-        Gambaran EKG tidak menunjukan perluasan infark
-        RR 16-24 x/ menit
-        Tidak terdapat clubbing finger
-        Kapiler refill < 3 detik.
-        Nadi 60-100x / menit
-        TD 120/80 mmHg
Intervensi :
a.    Monitor frekuensi dan irama jantung
b.    Observasi perubahan  status mental
c.    Observasi warna  dan suhu kulit / membran mukosa
d.   Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
e.    Kolaborasi : Berikan cairan IV sesuai indikasi
f.     Pantau pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit, GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ) dan  pemberian oksigen.
3)      Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan :
-       nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
-       wajah meringis
-       gelisah
-       delirium
-       perubahan nadi, tekanan darah.
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS
Kriteria  Hasil:
-       Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
-       Ekpresi wajah  rileks / tenang, tak tegang
-       Tidak gelisah 
-       Nadi 60-100 x / menit,
-       TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :
a.    Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
b.    Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
c.    Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, misalnya dengan nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
d.   Pertahankan Oksigenasi  dengan nasal kanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
e.    Monitor tanda-tanda vital ( nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
f.     Kolaborasi  dengan tim kesehatan  dalam pemberian analgetik.
4)      Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
-       Tidak ada edema
-       Tidak ada disritmia
-       Haluaran urin normal
-       TTV dalam batas normal
Intervensi :
a.    Pertahankan tirah baring selama fase akut
b.    Kaji dan laporkan adanya tanda-tanda penurunan COP, TD
c.    Monitor haluaran urin
d.   Kaji dan pantau TTV tiap jam
e.    Kaji dan pantau EKG
f.     Berikan oksigen sesuai kebutuhan
g.    Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
h.    Berikan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
5)      Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
-       Tekanan darah dalam batas normal
-       Tidak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
-       Paru bersih
-       Berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
Intervensi :
a.    Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
b.    Observasi adanya oedema dependen
c.    Pertahankan masukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
d.   Kolaborasi:  pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
6)      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan  kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria  Hasil :
-        klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
-        frekuensi jantung  60-100 x/ menit
-        TD 120-80 mmHg
Intervensi :
a.    Catat frekuensi  jantung, irama,  dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
b.    Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
c.    Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
d.   Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari  kursi bila tidak ada  nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam  setelah makan.
e.    Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan  pelaporan pada dokter.
7)      Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis
Tujuan :
Cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
-        Klien tampak rileks
-        Klien dapat beristirahat
-        TTV dalam batas normal
Intervensi :
a.    Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
b.    Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
c.    Ajarkan tehnik relaksasi
d.   Minimalkan rangsang yang membuat stress
e.    Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
f.     Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
g.    Berikan support mental
h.    Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi



















DAFTAR PUSTAKA


Carolyn M. Hudak. 1997. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 1999. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang: Poltekes Semarang PSIK Magelang
Lynda Juall Carpenito. 2001. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC
Mansjoer Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Price, S.A. & Wilson, L.M. 1994. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2000. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A.  Jakarta: EGC