sebuah kata motivasi..
""bersabar dan usaha nanti juga akan ketemu hasilnya"""
kumpulan asuhan keperawatan gratis
kumpulan askep askep keperawatan
Wednesday, October 2, 2019
Monday, March 18, 2019
ASUHAN KEPERAWATAN KETULIAN
A.
PENGERTIAN
Tuli ialah keadaan dimana orang tidak
dapat mendengar sama sekali (total deafness), suatu bentuk yang ekstrim
dari kekurangan pendengaran. Istilah yang sekarang lebih sering digunakan ialah
kekurangan pendengaran (hearing-loss)
(Louis,1993).
Anatomi
Fisiologi Telinga
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Telinga Luar, terdiri dari :
a.
Pinna/Aurikel/Daun Telinga
Pinna
merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit, melekat pada sisi
kepala.Pinna membantu mengumpulkan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang
kanalis auditorius eksternus.
b.
Liang Telinga/Kanalis Autikus
Externus (KAE)
Memiliki
tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian medial, seringkali
ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang rawan ini.
c.
Kanalis Auditorius Exsternus
Panjangnya
sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung kelenjar glandula seruminosa yang
mensekresi substansi seperti lilin yang disebut juga serumen. Serumen mempunyai
sifat antibakteri dan memberikan perlindungan kulit. Kanalis Auditorius
Eksternus akan berakhir pada membran timpani.
2.Telinga Tengah, terdiri dari :
a.
Membran Timpani/Gendang Telinga
membatasi telinga luar dan tengah.
Merupakan
suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncak-nya umbo mengarah ke medial.
Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis, lapisan fibrosa, tempat
melekatnya tangkai malleus dan lapisan mukosa di bagian dalamnya.
b.
Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam
tulang temporal dan ditemu-kan 3 buah tulang pendengaran yang meliputi :
1)
Malleus, bentuknya seperti palu,
melekat pada gendang telinga.
2)
Inkus, menghubungkan maleus dan
stapes.
3)
Stapes, melekat pda jendela oval di
pintu masuk telinga dalam.
c.
Antrum Timpani
Merupakan
rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian bawah samping kavum
timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari lapisan
mukosa kavum timpani, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang
disebut sellula mastoid yang terdapat dibelakang bawah antrum di dalam tulang
temporalis.
d.
Tuba Auditiva Eustakhius
Dimana
terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring kebawah
agak ke depan dilapisi oleh lapisan mukosa. Tuba Eustakhius adalah saluran
kecil yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga.
3.Telinga Dalam, terdiri dari :
Telinga
dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran
(koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII
(nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan
bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun
tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak
membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan
dengan keseimbangan.
B.
ETIOLOGI
Penurunan fungsi pendengaran bisa
disebabkan oleh : Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam
telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi
pendengaran konduktif) yaitu :
1. Kerusakan pada telinga dalam,
saraf pendengaran atau jalur saraf
Pendengaran
di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
2. Penurunan fungsi pendengaran
sensorineural dikelompokkan menjadi :
a.
Penurunan fungsi pendengaran
sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga dalam.
b.
Penurunan fungsi pendengaraan neural
(jika kelainannnya terletak pada saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).
3. Penurunan fungsi pendengaran
sensorik bisa merupakan penyakit keturunan
Tetapi mungkin juga disebabkan oleh :
a. Trauma akustik (suara yang sangat
keras)
b. Infeksi virus pada telinga dalam
c. Obat-obatan tertentu
d. Penyakit meniere.
4. Penurunan fungsi pendengaran
neural bisa disebabkan oleh :
a. Tumor oatak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf
disekitarnya dan
batang otak
b.
Infeksi
c.
Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke)
d. Dan beberapa penyakit keturunan
(misalnya penyakit Refsum).
5. Pada anak-anak,kerusakan saraf
pendengaran bisa terjadi akibat :
a. Gondongan
b. Campak jerman (rubella)
c. Meningitis
d. Infeksi telinga dalam.
Kerusakan jalur saraf pendengaran di otak bisa terjadi
akibat penyakit demielinasi (penyakit
yang menyebabkan kerusakan pda selubung saraf).
C.
GEJALA
KEHILANGAN PENDENGARAN
1) Deterlorisasi wicara
Individu yang bicara dengan bagian akhir kata tidak jelas atau dihilangkan, atau mengeluarkan kata-kata bernada datar, mungkin karena tidak mendengar dengan baik, Telinga memandu suara, baik kekerasan maupun ucapannya.
1) Deterlorisasi wicara
Individu yang bicara dengan bagian akhir kata tidak jelas atau dihilangkan, atau mengeluarkan kata-kata bernada datar, mungkin karena tidak mendengar dengan baik, Telinga memandu suara, baik kekerasan maupun ucapannya.
2) Keletihan
Bila Individu merasa mudah lelah ketika mendengarkan percakapan atau pidato, keletihan bisa disebabkan oleh usaha keras untuk mendengarkan. Pada keadaan ini, Individu tersebut menjadl mudah tersinggung.
Bila Individu merasa mudah lelah ketika mendengarkan percakapan atau pidato, keletihan bisa disebabkan oleh usaha keras untuk mendengarkan. Pada keadaan ini, Individu tersebut menjadl mudah tersinggung.
3) Acuh
Individu yang tak bisa mendengar perkataan orang lain mudah mengalami depresi dan ketidaktertarikan terhadap kehidupan secara umum. Menarik dlri dari sosial Karena tak mampu rnendengar apa yang terjadi di sekitarnya.
Individu yang tak bisa mendengar perkataan orang lain mudah mengalami depresi dan ketidaktertarikan terhadap kehidupan secara umum. Menarik dlri dari sosial Karena tak mampu rnendengar apa yang terjadi di sekitarnya.
4) Rasa tak nyaman
Kehilangan rasa percaya diri dan takut berbuat salah menciptakan suatu perasaan
tak aman pada kebanyakan orang dengan gangguan pendengaran. Tak ada seorang pun
yang menginglnkan untuk mengatakan atau melakukan hal yang salah yang cenderung
membuatnya nampak bodoh. Tak mampu membuat keputusan-prokrastinal.Kehilangan
kepercayaan diri membuat seseorang dengan gangguan pendengaran sangat kesulitan
untuk membuat keputusan.
5) Kecurigaan
Individu dengan kerusakan pendengaran, yang sering hanya mendengar sebagian
dari yang dikatakan, bisa merasa curiga bahwa orang lain membicarakan dirinya
atau bagian percakapan yang berhubungan dengannya sengaja diucapkan dengan
lirih sehingga la tak dapat mendengarkan
6) Kebanggaan semu
Individu dengan kerusakan pendengaran berusaha menyembunyikan kehilangan pendengarannya. Konsekwensinya, ia sering berpura-pura mendengar padahal sebenarnya tidak.
Kesepian dan ketidak bahagiaan Meskipun setiap orang selalu menginginkan ketenangan, namun kesunyian yang dipaksakan dapat membosankan bahkan kadang menakutkan. Individu dengan kehilangan pendengaran sering merasa (terasing)
7) Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik
8) Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)
9) Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal
10) Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
11) Pusing atau gangguan keseimbangan
Individu dengan kerusakan pendengaran berusaha menyembunyikan kehilangan pendengarannya. Konsekwensinya, ia sering berpura-pura mendengar padahal sebenarnya tidak.
Kesepian dan ketidak bahagiaan Meskipun setiap orang selalu menginginkan ketenangan, namun kesunyian yang dipaksakan dapat membosankan bahkan kadang menakutkan. Individu dengan kehilangan pendengaran sering merasa (terasing)
7) Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik
8) Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)
9) Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal
10) Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
11) Pusing atau gangguan keseimbangan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Otoskopik
Menggunakan
alat otoskop untuk memeriksa meatus akustikus eksternus dan membrane timpani
dengan cara inspeksi :
Hasil:
a. serumen berwarna kuning, konsistensi kenta
b. dinding
liang telinga berwarna merah muda
2. Tes
Ketajaman PendengaraN
a. Tes penyaringan sederhana
Hasil :
-klien tidak
mendengar secara jelas angka-angka yang disebutkan
-klien tidak
mendengar secara jelas detak jarum jam pada jarak 1-2 inchi
b. uji
ritme
Hasil :
klien tidak mendengarkan adnya getaran garpu tala dan tidak jelas mendengar
adnya bunyi dan saat bunyi menghilang.
E.
PENATALAKSANAAN
1.
Membersihkan liang telinga dengan penghisap atau kapas dengan hati-hati.Penilaian terhadap secret,oedema dinding kanalis dan
membrane timpani bila memungkinkan.
2.
Terapi antibiotika local, topical dan sistemik
3. Terapi
analgetik
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a)
Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah. Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah. Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
b)
Audiometri Ambang bicara
Audiometri
ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa
dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku
kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.Dilakukan
perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata
yang diucapkan dengan benar.
c)
Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan). Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif. Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan.
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan). Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif. Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan.
d)
Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran.Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran.
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran.Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran.
G. MANIFESTASI KLINIS
1.
Agen infeksi berupa bakteri atau jamur :
a) Pseudomonas
Aeruginosa
b)Streptococcus
c) Staphylococcus
d)Aspergillus
2.
Allergen eksternal berupa:
a)Kontak dengan
kosmetik
b)Hair spray
c)Earphone
d)Anting – anting
e)Hearing aid (Alat bantu
mendengar)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Perawat
perlu melakukan anamnesa dari keluhan klien seperti :
Nyeri saat
pinna (aurikula) dan tragus bergerak
1.
Nyeri pada liang tengah
2.
Telinga terasa tersumbat
3.
Perubahan pendengaran
4.
Keluar cairan dari telinga yang
berwarna kehijauan
Riwayat
kesehatan yang perlu ditanyakan kepada klien diantaranya :
1).
Kapan keluhan nyeri terasa oleh klien
2).
Apakah klien dalam waktu dekat lalu berenang dilaut,kolam renang
3). Apakah klien sering mengorek-ngorek telinga
sehingga mengakibatkan nyeri setelah dibersihkan
4). Apakah klien pernah mengalmi trauma terbuka pada
liang telinga akibat terkena benturan sebelumnya
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)
Gangguan rasa nyaman nyeri : nyeri pada telinga berdasarkan
dengan Reaksi inflamasi,reaksi infeksi pada telinga.
2) Perubahan persepsi sensory :
pendengaran berdasarkan dengan Obstruksi pada kanalis akustikus eksternus
akibat infeksi agen bakteri.
INTERVENSI
1)
Gangguan rasa nyaman nyeri : nyeri pada telinga berdasarkan
dengan Reaksi inflamasi,reaksi infeksi pada telinga.
Tujuan
: Rasa nyaman klien terpenuhi,nyeri
berangsur-angsur
Hilang.
Kriteria
hasil : Menunjukan rasa nyaman pada telinga
Intervensi
:
1) Kompres
air hangat local 20 menit selama 3 kali sehari dengan
menggunakan handuk dan air hangat
Rasional : untuk mengurangi nyeri telinga pasien
2) Istirahat
klien
Rasional : untuk mengurangi rasa tidak nyaman klien
3) Membatasi
gerakan kepala
Rasional : untuk memenuhi rasa nyaman pada telinga
klien
2) Perubahan persepsi sensory :
pendengaran berdasarkan dengan Obstruksi pada kanalis akustikus eksternus
akibat infeksi agen bakteri.
Tujuan
: Persepsi sensory pendengaran baik
Kriteria
Hasil : Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris,Pendengaran
sampai pada tingkat fungsional.
Intervensi :
Intervensi :
1) Ajarkan
klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran Secara tepat.
Rasioanl :
untuk memberikan pengetahuan klien untuk menggunakan dan mearawat alat
pendengaran secara tepat.
2) Instruksikan
klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman,Sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
Rasional
: untuk mengurangi cidera pada telinga klien.
3)
Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
Instruksikan
klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu
antibiotik sistemik amupun lokal).
Rasional
: untuk memenuhi rasa nyaman klien.
3)
Resiko tinggi injury berdasarkan dengan penurunan proses Pendengaran.
Tujuan
: Tujuan tidak terjadi resiko injury
Kriteria
hasil : menunjukan sudah tidak terjadi injury
Intervensi
:
1) Kaji
kemampuan klien dalam memberikan obat tetes telinga atau salep
telinga
Rasional
: untuk mengurangi nyeri klien
2) Jelaskan
pada klien tentang penyakit yang dialaminya,penyebab terjadinya penyakit
tsb dan kemungkinan rencana pembedahan yang akan dilakukan pada klien.
Rasional
: untuk memberikan rasa nyaman pada klien.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ketulian disebabkan karena virus Toxoplasma Rubella atau campak, Herpes,
dan Sipilis. Terkadang kedua orang tua tidak menyadari bahwa dirinya telah
mengidap virus tersebut sehingga menyebabkan ketulian pada anaknya kelak.
Ketulian juga bisa dialami ketika anak pada masa pertumbuhan, misalnya pada saat lahir, anak lahir normal hanya saja menjelang usia 10 tahun ia mengalami sakit sehingga diberikan obat dengan dosis tinggi sehingga menyerang telinganya.
Ketulian juga bisa dialami ketika anak pada masa pertumbuhan, misalnya pada saat lahir, anak lahir normal hanya saja menjelang usia 10 tahun ia mengalami sakit sehingga diberikan obat dengan dosis tinggi sehingga menyerang telinganya.
Jadi ada gangguan pendengaran karena
obat-obatan yang memiliki efek samping menyebabkan ketulian. Seperti pil kina
juga mempunyai pengaruh yang besar pada telinga, maupun aspirin juga terbilang
rawan, oleh karena Itu harus hati-hati bila digunakan.
Faktor genetik juga bisa
mempengaruhi, misalnya kedua orang tuanya normal, namun kakek dan neneknya
memiliki riwayat pernah mengalami ketulian. Hal ini bisa berdampak pada
anak. Anak terlahir dengan disedot, vakum, Caesar juga bisa merusak saraf
pendengaran. Jika anak mengalami tuli saraf, tentu tidak bisa disembuhkan,
hanya bisa di bantu dengan alat bantu dengar semata.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner
& Suddarth (2002),keperawatan medical bedah.Edisi 8.EGC.Jakarta
Drs.H.Syaifuddin,
AMK.Anatomi Fisiologi.Edisi 3.EGC.Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA
ASUHAN
KEPERAWATAN OTITIS MEDIA
A. PENGERTIAN
OMA (Otitis Media Akut) adalah
peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah (Mansjoer, 2001)
OMA adalah peradangan telinga bagian
tengah yang disebabkan oleh pejalaran infeksi dari tenggorok (farinitis) A
sering terjadi pada anak-anak (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas)
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut
sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran,
1999).
Ada 3 ( tiga )
jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
· Otitis Media Akut
· Otitis Media Serosa (Otitis media
dengan efusi)
· Otitis Media Kronik
-Otitis media akut adalah keadaan
dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala
infeksi.
-Otitis media serosa / efusi adalah
keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan
gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative
dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada
penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi,
meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah
sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”.
Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya
disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat
pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan
pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran
napas atas yang terjadi
-Otitis media kronik sendiri adalah
kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya
disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering
berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga
tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat
menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan
antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang,
penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis
koalesens akut menjadi jarang.
Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang
ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan
mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering,
dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan
kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa )
dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane
timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak
dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan
mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan
paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran
sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan
abses otak.
B.
ETIOLOGI
Faktor penyebab penyakit infeksi
telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain :
1.
Gangguan fungsi tuba eustachius yang
kronis akibat :
Patogen tersering yang diisolasi dari telinga
pasien dengan OMSK adalah P. aeruginosa dan S.
aureus. Bakteri anaerob juga sering ditemukan dalam penelitian. Jamur biasanya
jarang muncul kecuali bila terdapat super infeksi pada liang telinga.
(Buchman,2003).
b.
Obstruksi anatomik tuba eustachius
parsial / total
2.
Perforasi membran timpani yang
menetap
4.
Obstruksi menetap terhadap aerasi
telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan
parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi (timpano-sklerosis).
5.
Terdapat daerah-daerah dengan
sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6.
Faktor-faktor konstitusi dasar
seperti alergi, kelemahan umum, atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.
C. PATOFISIOLOGI
OMA sering diawali dengan infeksi
saluran napas seperti radang tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga
tengah lewat saluran eustachius.
Saat bakteri melalui saluran
eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga
terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel darah putih akan melawan sek-sel
bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri, sedikitnya terbentuk nanah
dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel eustachius menyebabkan
lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah bertambah banyak,
pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengatran di telinga dalam bergerak
bebas. Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat merobek gendang
telinga karena tekanannya.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala
klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien :
1.
Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap
2.
Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
3.
Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai 39,50oC,
gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.
4.
Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
5.
Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan jernih
dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek)
6.
Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat,
7.
Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan
menarik-narik telinga pada anak yang belum dapat bicara
8.
Anoreksia (umum)
9.
Limfadenopati servikal anterior.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Otoscope
untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2. Timpanogram
untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
3. Kultur dan
uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum
dari telinga tengah melalui membrane timpani).
4. Otoskopi
pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga
yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang telinga
terhadap perubahan tekanan udara.
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan
OMA tergantung pada stadium penyakitnya :
·
Stadium oklusi
Pengobatan
bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negative di
telinga tengah hilang. Pemberian obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus diobati,
antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus atau
alergi
·
Stadium presupurasi
Pemberian
antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran timpani terlihat
hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan golongan
Penicillin diberikan Eritromisin.
·
Stadium supurasi
Pemberian
antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpani masih utuh untuk
menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
·
Stadium resolusi
Pemberian
antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu jika tidak terjadi resolusi.
·
Tindakan pembedahan
G.
KOMPLIKASI
Komplikasi
yang terjadi pada OMA adalah :
1.
Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
2.
Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
3.
Tuli
4.
Peradangan pada selaput otak (meningitis).
5.
Abses otak.
6.
Ruptur membrane timpani
7.
Tuli jangka pendek
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
A. Biodata
a. Identitas
Meliputi
identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama,
umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan
alamat.
b.
Keluhan utama
Kapan
keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau
berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat
apa yang digunakan, adakah keluhan seperti pilek dan batuk.
c.
Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang
dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative,
quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time. Seperti penjabaran dari riwayat
adanya kelainan nyeri yang dirasakan.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah
menderita gangguan pendengaran (kapan, berapa lama, pengobatan apa yang
dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan,
daerah industri, daerah polusi), apakah riwayat pada anggota keluarga.
e.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji
ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Ada atau
tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat
alergi pada keluarga.
f.
Riwayat Psikososial
Psiko
sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul
gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang
dideritanya. Pada kasus ini riwayat psikososial dapat terjadi diantaranya :
Ø Nyeri otore
berpengaruh pada interaksi
Ø Aktifitas
terbatas
Ø Takut
menghadapi tindakan pembedahan
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi :
Ø Keadaan umum.
Ø Adakah cairan yang keluar dari
telinga.
Ø Bagaimana warna, bau, jumlah.
Ø Apakah ada tanda-tanda radang.
Ø Pemeriksaan
dengan otoskop tentang stadium
C. Pemeriksaan Diagnostik
Ø Tes
Audiometri : AC menurun
Ø X ray : terhadap kondisi patologi
Misal
: Cholesteatoma, kekaburan mastoid.
D. Pemeriksaan pendengaran
Ø
Tes suara
bisikan
Ø
Tes
garputala
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. gangguan rasa aman nyaman (nyeri)
berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
2.
resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori auditorium
3.
resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pengobatan
INTERVENSI
1.
Gangguan rasa aman nyaman (nyeri)
berhubungan dengan proses peradangan
pada telinga
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak merasakan
nyeri bahakan hilang.
Kriteria
hasil : pasien tampak Rileks dan nyeri berkurang.
Intervensi :
1.
kaji ulang keluhan nyeri perhatikan
tempat dan karakteristik.
2.
Berikan posisi yang nyaman
pada pasien.
3.
Kompres hangat dan dingin.
4.
Kolaborasi pemberian obat analgetik
(sesuai indikasi)
2.
Resiko injuri berhubungan dengan penurunan
sensori auditorius
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien tidak terjadi
injuri
Kriteria hasil : Tidak terjadi injury atau perlukaan.
Intervensi :
1.
Pegangi atau dudukkan pada saat
makan
2.
Pasang restraint pada sisi tempat
tidur.
3.
Jaga saat beraktivitas jika jatuh.
4.
Tempatkan perabot teratur
3.
Resiko infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil : tidak terjadi
tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1.
Kaji tanda-tanda perluasan infeksi,
mastoiditis, vertigo.
2.
Jaga kebersihan pada daerah liang telinga .
3.
Hindari mengeluarkan ingus dengan
paksa/terlalu keras (sisi)
4.
Kolaborasi pemberian
antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& suddarth.2002. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC
Ludman,
Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit THT, Jakarta, Hipokrates, 1996
Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
pedoman untuk perencanaan dan
Mansjoer,Arief,dkk.1999.Kapita
Selekta Kedokteran,Edisi 3: Jakarta, Mediaacs culapius
Subscribe to:
Posts (Atom)
-
LAPORAN PENDAHULUAN “HIPERTENSI EMERGENCY” 1. Definisi Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana te...
-
A. Latar Belakang Permasalahan pokok yang sering dihadapi dalam dunia kesehatan adalah ti...