LAPORAN PENDAHULUAN
“HIPERTENSI EMERGENCY”
1.
Definisi
Tekanan
darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita
yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang peningkatan
tekanan darah sistolik lebih besar
atau sama dengan 140 mmHg dan peningkatan diastolik
lebih besar atau sama dengan 90 mmHg melebihi
140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi
(Wikipedia, 2010).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan
darah meningkat melebihi batas normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah
peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan
volume aliran darah darah (Hani, 2010)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit
kelainan jantung atau pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan
pembuluh darah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan
darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95
dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki batasan masing –
masing :
a. Pada pria usia < 45 tahun,
dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring > 130/90
mmHg.
b. Pada pria usia > 45 tahun,
dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90 mmHg
c. Pada wanita
tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi
(Sumber : Dewi dan Familia,
2010 : 18).
Hipertensi
darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam
hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat
kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam
menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan
darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak,
namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.
2.
Jenis Hipertensi
Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis
:
a)
Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah
melebihi 180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ,
seperti otak, jantung, paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg,
tetapi dengan salah satu gejala gangguan organ atas yang sudah nyata timbul.
b)
Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi
(> 180/120mmHg) tetapi belum ada gejala seperti diatas. TD tidak
harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam hitungan jam bahkan
hitungan hari dengan obat oral.
Sementara itu, hipertensi dibagi menjadi 2 jenis
berdasarkan penyebabnya :
a)
Hipertensi Primer adalah hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya (hipertensi essensial). Hal ini ditandai dengan
peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian
besar (90 – 95%) penderita termasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga
didapat terjadi karena adanya faktor keturunan, usia dan jenis kelamin.
b)
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang
disebabkan oleh penyakit sistemik lainnya, misalnya seperti kelainan hormon,
penyempitan pembuluh darah utama ginjal, dan penyakit sistemik lainnya (Dewi dan Familia,
2010 : 22). Sekitar 5 – 10% penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh
penyakit ginjal dan sekitar 1 – 2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu misalnya pil KB (Elsanti, 2009 : 114 ).
3.
Klasifikasi Hipertensi
Table 1. Klasifikasi Tekanan Darah
Pada Dewasa
Kategori
|
Tekanan Darah Sistolik
|
Tekanan Darah
Diastolik
|
Normal
|
Dibawah 130 mmHg
|
Dibawah 85 mmHg
|
Normal tinggi
|
130-139 mmHg
|
85-89 mmHg
|
Stadium 1
(Hipertensi ringan)
|
140-159 mmHg
|
90-99 mmHg
|
Stadium 2
(Hipertensi sedang)
|
160-179 mmHg
|
100-109 mmHg
|
Stadium 3
(Hipertensi berat)
|
180-209 mmHg
|
110-119 mmHg
|
Stadium 4
(Hipertensi maligna)
|
210 mmHg atau lebih
|
120 Hg atau lebih
|
Penderita
hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh
kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi
berlanjut menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar
30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan
tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan
teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.
4.
Etiologi
Hipertensi
emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi
peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan
organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target
pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan
hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan
intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard,
disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem organ
lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis
Hipertensi
1.
Penderita hipertensi tidak
minum obat atau tidak teratur minum obat.
2.
Kehamilan
3.
Penderita hipertensi dengan
penyakit parenkim ginjal.
4.
Pengguna NAPZA
5.
Penderita dengan rangsangan
simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit vaskular/ kolagen)
5.
Manifestasi Klinis
Gambaran
klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target
yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung
dan diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan
kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan
ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah
umumnya.
Gambaran klinik hipertensi darurat dapat
dilihat pada table 2.
Tabel 2. Gambaran Klinik
Hipertensi Darurat 5
|
|||||
Tekanan darah
|
Funduskopi
|
Status neurologi
|
Jantung
|
Ginjal
|
Gastrointestinal
|
> 220/140 mmHg
|
Perdarahan, eksudat, edema papilla
|
Sakit kepala, kacau, gangguan
kesadaran, kejang.
|
Denyut jelas, membesar,
dekompensasi, oliguria
|
Uremia, proteinuria
|
Mual, muntah
|
Table 3. Hipertensi Emergensi (darurat)
Tingginya TD yang dapat menyebabkan
kerusakan organ sasaran tidak hanya dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari
tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita.
Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi
dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis,
jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan
kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada
penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan penghentian
obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada
eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg.
6.
Patofisiologi
Bentuk
manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat dengan
mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat
sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan
nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial
interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada
retina, otak dan ginjal. Pada retina akan timbul perubahan eksudat,
perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan klinis
kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna.
Otak
mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan
tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg.
Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi
menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik
yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible.
Pada
jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan kenaikan
after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis
hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita
feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin
yang menetap atau berkala.
Gambar 1. Skema
Patofisiologi Hipertensi Emergensi
Aliran
darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia,
autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga
perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat
timbulnya oedema otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi
melalui beberapa cara:
a)
Meningkatnya
tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya.
b)
Arteri
besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada
usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara
waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c)
Bertambahnya
cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini
terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga
tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung
berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi
maka tekanan darah akan menurun.
Pathway :
Kelebihan
volume cairan
|
Jenis
kelamin
|
umur
|
|
obesitas
|
hipertensi
|
Kerusakan
vaskuler pembuluh darah
|
Perubahan struktur
|
Penyumbatan
pembuluh darah
|
vasokonstriksi
|
Gangguan
sirkulasi
|
otak
|
ginjal
|
Pembuluh darah
|
Retina
|
Nyeri kepala
|
Gangguan pola tidur
|
Suplai O2 otak menurun
|
sinkop
|
Gangguan
perfusi jaringan
|
Vasokonstriksi pembuluh darah ginjal
|
Blood flow munurun
|
Respon RAA
|
Rangsang aldosteron
|
Retensi Na
|
edema
|
sistemik
|
vasokonstriksi
|
Afterload
meningkat
|
Penurunan
curah jantung
|
Fatique
|
Intoleransi
aktifitas
|
koroner
|
Iskemi miocard
|
Nyeri dada
|
Spasme arteriole
|
diplopia
|
Resti injuri
|
Resistensi pembuluh darah otak
|
Elastisitas ,
arteriosklerosis
|
7.
Penatalaksanaan Hipertensi
emergency
Tujuan
pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah
secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita.
Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang
ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan
atau munculnya masalah baru.
Obat yang
ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara
yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung
kepada sikap tubuh dan efek samping minimal.
Penurunan
tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.
Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada
otak dan ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2
jam dan diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang
diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip, BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup
sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila
tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah
Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg,
Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus
dirawat inap.
Tabel
4: Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi 3,5
Parameter
|
Hipertensi Mendesak
|
Hipertensi Darurat
|
|
Biasa
|
Mendesak
|
||
Tekanan darah (mmHg)
|
> 180/110
|
> 180/110
|
> 220/140
|
Gejala
|
Sakit kepala, kecemasan; sering kali tanpa gejala
|
Sakit kepala hebat, sesak napas
|
Sesak napas, nyeri dada, nokturia, dysarthria, kelemahan, kesadaran menurun
|
Pemeriksaan
|
Tidak ada kerusakan organ target, tidak ada
penyakit kardiovaskular
|
Kerusakan organ target; muncul klinis penyakit kardiovaskuler, stabil
|
Ensefalopati, edema paru, insufisiensi
ginjal, iskemia jantung
|
Terapi
|
Awasi 1-3 jam;
memulai/teruskan obat oral,
naikkan dosis
|
Awasi 3-6 jam; obat oral berjangka kerja pendek
|
Pasang jalur IV, periksa laboratorium standar, terapi obat IV
|
Rencana
|
Periksa ulang dalam 3 hari
|
Periksa ulang dalam 24 jam
|
Rawat ruangan/ICU
|
Adapun obat
hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency)
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5: Obat hipertensi oral 3,5
Obat
|
Dosis
|
Efek / Lama Kerja
|
Perhatian
khusus
|
Captopril
|
12,5 - 25 mg PO; ulangi per 30 min ; SL, 25 mg
|
15-30
min/6-8 jam
;
SL 10-20 min/2-6 jam
|
Hipotensi,
gagal ginjal, stenosis arteri renalis
|
Clonidine
|
PO 75 - 150 ug, ulangi per jam
|
30-60 min/8-16 jam
|
Hipotensi,
mengantuk, mulut kering
|
Propanolol
|
10 - 40 mg PO; ulangi setiap 30 min
|
15-30 min/3-6
jam
|
Bronkokonstriksi,
blok jantung, hipotensi ortostatik
|
Nifedipine
|
5 - 10 mg PO; ulangi setiap 15 menit
|
5 -15 min/4-6
jam
|
Takikardi, hipotensi, gangguan koroner
|
SL, Sublingual. PO, Peroral
Sedangkan
untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk pemakaian
parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat
pada tabel 6.
Tabel 6: Obat hipertensi parenteral 3,5
Obat
|
Dosis
|
Efek / Lama Kerja
|
Perhatian khusus
|
Sodium nitroprusside
|
0,25-10 mg / kg / menit sebagai infus IV
|
langsung/2-3 menit setelah infus
|
Mual, muntah, penggunaan jangka
panjang dapat menyebabkan keracunan tiosianat, methemoglobinemia, asidosis,
keracunan sianida.
Selang infus lapis perak
|
Nitrogliserin
|
500-100 mg sebagai infus IV
|
2-5 min /5-10 min
|
Sakit kepala, takikardia, muntah,
, methemoglobinemia; membutuhkan sistem pengiriman khusus karena obat
mengikat pipa PVC
|
Nicardipine
|
5-15 mg / jam sebagai infus IV
|
1-5 min/15-30 min
|
Takikardi, mual, muntah, sakit
kepala, peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi
|
Klonidin
|
150 ug, 6 amp per 250 cc Glukosa 5% mikrodrip
|
30-60 min/ 24 jam
|
Ensepalopati dengan gangguan koroner
|
Diltiazem
|
5-15 ug/kg/menit sebagi infus IV
|
1-5 min/ 15- 30 min
|
Takikardi, mual, muntah, sakit
kepala, peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi
|
Pada
hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi
emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang
tepat sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi
dengan komplikasi dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7: Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi 2,5
Komplikasi
|
Obat Pilihan
|
Target Tekanan Darah
|
Diseksi aorta
|
Nitroprusside + esmolol
|
SBP 110-120 sesegera mungkin
|
AMI, iskemia
|
Nitrogliserin, nitroprusside, nicardipine
|
Sekunder untuk bantuan iskemia
|
Edema paru
|
Nitroprusside, nitrogliserin, labetalol
|
10% -15% dalam 1-2 jam
|
Gangguan Ginjal
|
Fenoldopam, nitroprusside, labetalol
|
20% -25% dalam 2-3 jam
|
Kelebihan katekolamin
|
Phentolamine, labetalol
|
10% -15% dalam 1-2 jam
|
Hipertensi ensefalopati
|
Nitroprusside
|
20% -25% dalam 2-3 jam
|
Subarachnoid hemorrhage
|
Nitroprusside, nimodipine, nicardipine
|
20% -25% dalam 2-3 jam
|
Stroke Iskemik
|
Nicardipine
|
0% -20% dalam 6-12 jam
|
AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.
Pemakaian obat-obat untuk krisis
hipertensi
Obat
anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika
hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita
dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat
anti hipertensi intravena ( IV ).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan
vasodelator direkuat baik arterial maupun venous. Secara i. V mempunyai onsep
of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6 ug / kg / menit. Efek samping :
mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan
vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi sebagai
vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration of action 3
– 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek
samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator
arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus. Onset of action 1 – 2
menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12 jam. Dosis
permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit sampai
TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah,
distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator
direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1 jam, i.v : 10 – 20 menit
duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40
mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta
Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi
volume intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan
stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator
golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 – 60 menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg
tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) :
termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk mengatasi kelainan
akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 – 20 mg secar i.v bolus atau i.m.
Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk
ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis.
Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action : 1 – 5
menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : opstipasi,
ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta
dan alpha blocking agent. Dosis : 20 – 80 mg secara i.v. bolus setiap 10
menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 – 10 menit
Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2
jam, duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons
unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan
alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis. Dosis : 250 – 500 mg
secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60 menit, duration of
action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan
gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga
dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.
Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug
dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit
dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping :
rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila
dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.
Pengobatan khusus krisis hipertensi
1. Ensefalopati
Hipertensi
Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada
keluhan serebral. Bisa terjadi dari hipertensi esensial atau hipertensi
maligna, feokromositoma dan eklamsia. Biasanya tekanan darah naik dengan cepat,
dengan keluhan : nyeri kepala, mual-muntah, bingung dan gejala saraf fokal
(nistagmus, gangguan penglihatan, babinsky positif, reflek asimetris, dan
parese terbatas) melanjut menjadi stupor, koma, kejang-kejang dan akhirnya
meninggal. Obat yang dianjurkan : Natrium Nitroprusid, Diazoxide dan
Trimetapan.
2. Gagal Jantung
Kiri Akut
Biasanya terjadi pada penderita hipertensi
sedang atau berat, sebagai akibat dari bertambahnya beban pada ventrikel kiri.
Udem paru akut akan membaik bila tensi telah terkontrol.
Obat pilihan : Trimetapan dan Natrium
nitroprusid. Pemberian Diuretik IV akan mempercepat perbaikan
3. Feokromositoma
Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang
dikeluarkan oleh tumor akan berakibat kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya
timbul mendadak : nyeri kepala, palpitasi, keringat banyak dan tremor. Obat
pilihan : Pentolamin 5-10 mg IV.
4. Deseksi Aorta
Anerisma Akut
Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga
timbul hematom yang meluas. Bila terjadi ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala
yang timbul biasanya adalah nyeri dada tidaj khas yang menjalar ke punggung
perut dan anggota bawah. Auskultasi : didapatkan bising kelainan katup aorta
atau cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Pengobatan dengan
pembedahan, dimana sebelumnya tekanan darah diturunkan terlebih dulu dengan
obat pilihan : Trimetapan atau Sodium Nitroprusid.
6.
Toksemia Gravidarum
Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan
kebingungan. Obat pilihan : Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan klonidin.
7.
Perdarahan Intrakranial
Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus
dilakukan dengan hati-hati, karena penurunan tekanan yang cepat dapat
menghilangkan spasme pembuluh darah disekitar tempat perdarahan, yang justru
akan menambah perdarahan. Penurunan tekanan darah dilakukan sebanyak 10-15 %
atau diastolik dipertahankan sekitar 110-120 mmHg Obat pilihan : Trimetapan
atau Hidralazin.
(Sumber
: Dewi dan Familia, 2010 : 100).
8.
Pemeriksaan penunjang
a) Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b) Pemeriksaan retina
c) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung
d) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f) Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
g) Foto dada dan CT scan
9.
Komplikasi
Hipertensi
merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung
kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang
tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi
yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas
pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan
telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang
sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan
gagal ginjal.
Dengan
pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat
hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai
mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya
mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat
terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient
Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi
hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya
tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ
target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik
melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor
resiko kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah
115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2009).
10. Diagnosis
Diagnosis hipertensi emergensi harus
ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang
cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh
walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.
Anamnesis
Sewaktu penderita masuk,
dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :
a.
Riwayat
hipertensi, lama dan beratnya.
b.
Obat
anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
c.
Usia,
sering pada usia 30 – 70 tahun.
d.
Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing,
perubahan mental, ansietas ).
e.
Gejala
sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )
f.
Gejala
sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri
dada ).
g.
Riwayat
penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.
h.
Riwayat
kehamilan, tanda- tanda eklampsi.
11. PENGKAJIAN
Krisis Hipertensi (KH) biasanya secara
klinis mudah dilihat tanda dan gejalanya.
Tanda dan
Gejala
Tanda umum adalah:
- Sakit kepala hebat
- nyeri dada
- pingsan
- tachikardia > 100/menit
- tachipnoe > 20/menit
- Muka pucat
Tanda Ancaman Kehidupan
Gejala KH:
- Sakit Kepala Hebat
- nyeri dada
- peningkatan tekanan vena
- shock / Pingsan
Pengkajian
Pengkajian dengan
pendekatan ABCD.
Airway
- yakinkan kepatenan jalan napas
- berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
- jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
- kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi >92%.
- Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
- Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask ventilation
- Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
- Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
- Lakukan pemeriksan system pernapasan
- Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti paru
Circulation
- Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
- Kaji peningkatan JVP
- Monitoring tekanan darah
- Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
- Sinus tachikardi
- Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
- right bundle branch block (RBBB)
- right axis deviation (RAD)
- Lakukan IV akses dekstrose 5%
- Pasang Kateter
- Lakukan pemeriksaan darah lengkap
- Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
- Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus Diazoksid,Nitroprusid
Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal
pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan
membutuhkan perawatan di ICU.
Exposure
- selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
- jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
- Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
a.
Aktivitas / istirahat
Gejala
:
·
Kelemahan
·
Letih
·
Napas pendek
·
Gaya hidup monoton
Tanda
:
·
Frekuensi jantung meningkat
·
Perubahan irama jantung
·
Takipnea
b.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat
hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda
:
·
Kenaikan TD
·
Nadi : denyutan jelas
·
Frekuensi / irama : takikardia,
berbagai disritmia
·
Bunyi jantung : murmur
·
Distensi vena jugularis
·
Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin(
vasokontriksi perifer ), pengisian
kapiler mungkin lambat
c.
Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas,
depresi, euphoria, marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan,
pekerjaan ).
Tanda
:
·
Letupan suasana hati
·
Gelisah
·
Penyempitan kontinue perhatian
·
Tangisan yang meledak
·
otot
muka tegang ( khususnya sekitar mata )
·
Peningkatan pola bicara
d.
Eliminasi
Gejala : Gangguan
ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal )
e.
Makanan / Cairan.
Gejala
:
·
Makanan yang disukai yang dapat
mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol.
·
Mual
·
Muntah
·
Riwayat penggunaan diuretic
Tanda :
·
BB normal atau obesitas
·
Edema
·
Kongesti vena
·
Peningkatan
JVP
·
Glikosuria
f.
Neurosensori
Gejala
:
·
Keluhan pusing / pening, sakit
kepala
·
Episode kebas
·
Kelemahan pada satu sisi tubuh
·
Gangguan penglihatan (
penglihatan kabur, diplopia )
·
Episode epistaksis
Tanda
:
·
Perubahan orientasi, pola
nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori ( ingatan )
·
Respon motorik : penurunan
kekuatan genggaman
·
Perubahan retinal optic
g.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala
:
·
nyeri hilang timbul pada
tungkai
·
sakit
kepala oksipital berat
·
nyeri abdomen
h.
Pernapasan
Gejala
:
·
Dispnea yang berkaitan dengan
aktivitas
·
Takipnea
·
Ortopnea
·
Dispnea nocturnal proksimal
·
Batuk dengan atau tanpa sputum
·
Riwayat merokok
Tanda
:
·
Distress
respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
·
Bunyi napas tambahan ( krekles,
mengi )
·
Sianosis
i.
Keamanan
Gejala
: Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda
: Episode parestesia unilateral transien
j.
Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala
:
·
Factor resiko keluarga ;
hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit serebrovaskuler,
ginjal
·
Faktor resiko etnik, penggunaan
pil KB atau hormon lain
·
Penggunaan obat / alcohol
12. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Penurunan curah jantung
berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard,
hipertropi ventricular
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam.
Kriteria hasil :
·
Berpartisipasi
dalam aktivitas yang menurunkan TD
·
Mempertahankan
TD dalam rentang yang dapat diterima
·
Memperlihatkan
irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi :
a.
Pantau TD, ukur pada kedua
tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
b.
Catat
keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c.
Auskultasi
tonus jantung dan bunyi napas
d.
Amati
warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e.
Catat edema umum
f.
Berikan
lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
g.
Pertahankan
pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
h.
Bantu melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai kebutuhan
i.
Lakukan
tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
j.
Anjurkan
tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k.
Pantau
respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l.
Berikan
pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m.
Kolaborasi untuk pemberian
obat-obatan sesuai indikasi
n.
Diuretik Tiazid misalnya
klorotiazid ( Diuril ), hidroklorotiazid ( esidrix, hidrodiuril ),
bendroflumentiazid ( Naturetin )
o.
Diuretic Loop misalnya
Furosemid ( Lasix ), asam etakrinic ( Edecrin ), Bumetanic ( Burmex )
p.
Diuretik hemat kalium misalnay
spironolakton ( aldactone ), triamterene ( Dyrenium ), amilioride ( midamor )
q.
Inhibitor
simpatis misalnya propanolol ( inderal ), metoprolol ( lopressor ), Atenolol (
tenormin ), nadolol ( Corgard ), metildopa ( aldomet ), reserpine ( Serpasil ),
klonidin ( catapres )
r.
Vasodilator misalnya minoksidil
( loniten ), hidralasin ( apresolin ), bloker saluran kalsium ( nivedipin,
verapamil )
s.
Anti adrenergik misalnya
minipres, tetazosin ( hytrin )
t.
Bloker nuron adrenergik
misalnya guanadrel ( hyloree ), quanetidin ( Ismelin ), reserpin ( Serpasil )
u.
Inhibitor adrenergik yang
bekerja secara sentral misalnya klonidin ( catapres ), guanabenz ( wytension ),
metildopa ( aldomet )
v.
Vasodilator kerja langsung
misalnya hidralazin ( apresolin ), minoksidil, loniten
w.
Vasodilator oral yang bekerja
secara langsung misalnya diazoksid ( hyperstat ), nitroprusid ( nipride,
nitropess )
x.
Bloker ganglion misalnya
guanetidin ( ismelin ), trimetapan ( arfonad ), ACE inhibitor ( captopril,
captoten )
2.
Nyeri
( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau
berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
·
Pasien
mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
·
Pasien tampak nyaman
·
TTV dalam batas normal
Intervensi :
a.
Pertahankan
tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b.
Minimalkan gangguan lingkungan
dan rangsangan
c.
Bantu
pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
d.
Hindari
merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e.
Beri
tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin
pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan
imajinasi dan distraksi
f.
Hilangkan
/ minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya
mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
g.
Kolaborasi
pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan,
diazepam, valium )
3.
Resiko
perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya
tahanan pembuluh darah
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan :
serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam.
Kriteria hasil :
·
Pasien mendemonstrasikan
perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang
dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai
laboratorium dalam batas normal.
·
Haluaran urin 30 ml/ menit
·
Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
a.
Pertahankan tirah baring
b.
Tinggikan kepala tempat tidur
c.
Kaji tekanan darah saat masuk
pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
d.
Ambulasi sesuai kemampuan;
hindari kelelahan
e.
Amati adanya hipotensi mendadak
f.
Ukur masukan dan pengeluaran
g.
Pertahankan cairan dan
obat-obatan sesuai program
h.
Pantau
elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program
4.
Intoleransi aktifitas
berhubungan penurunan cardiac output
Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
·
Meningkatkan energi untuk
melakukan aktifitas sehari – hari
·
Menunjukkan penurunan gejala –
gejala intoleransi aktifitas
Intervensi :
a.
Berikan dorongan untuk
aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan
sesuai kebutuhan
b.
Instruksikan pasien tentang
penghematan energy
c.
Kaji respon pasien terhadap
aktifitas
d.
Monitor adanya diaforesis,
pusing
e.
Observasi TTV tiap 4 jam
f.
Berikan jarak waktu pengobatan
dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan
waktu istirahat sepanjang siang atau sore
5.
Gangguan pola tidur berhubungan
adanya nyeri kepala
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
·
Mampu menciptakan pola tidur
yang adekuat 6 – 8 jam per hari
·
Tampak dapat istirahat dengan
cukup
·
TTV dalam batas normal
Intervensi :
a.
Ciptakan suasana lingkungan
yang tenang dan nyaman
b.
Beri
kesempatan klien untuk istirahat / tidur
c.
Evaluasi tingkat stress
d.
Monitor keluhan nyeri kepala
e.
Lengkapi jadwal tidur secara
teratur
f.
Berikan
makanan kecil sore hari dan / susu hangat
g.
Lakukan masase punggung
h.
Putarkan musik yang lembut
i.
Kolaborasi pemberian obat
sesuai indikasi
6.
Kurangnya perawatan diri
berhubungan dengan adanya kelemahan fisik
Tujuan : Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria hasil :
·
Mampu
melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
·
Dapat mendemonstrasikan tehnik
untuk memenuhi kebutuhan perawatan
diri
Intervensi :
a.
Kaji
kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
b.
Beri
pasien waktu untuk mengerjakan tugas
c.
Bantu
pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
d.
Berikan umpan balik yang
positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien / atas keberhasilannya
7.
Kecemasan
berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita
klien
Tujuan: Kecemasan hilang atau berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria hasil :
·
Klien
mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang
·
Ekspresi wajah rileks
·
TTV dalam batas normal
Intervensi :
a.
Kaji keefektifan strategi
koping dengan mengobservasi perilaku misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan
perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
b.
Catat laporan gangguan tidur,
peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi
sakit kepala, ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah.
c.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya.
d.
Libatkan
pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam
rencana pengobatan.
e.
Dorong
pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup.
f.
Kaji
tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal
g.
Observasi TTV tiap 4 jam.
h.
Dengarkan dan beri kesempatan
pada klien untuk mengungkapkan perasaanya
i.
Berikan support mental pada
klien.
j.
Anjurkan pada keluarga untuk
memberikan dukungan pada klien
8.
Kurangnya pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan
tindakan ekperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil:
·
Pasien mengungkapkan
pengetahuan akan hipertensi
·
Melaporkan
pemakaian obat-obatan sesuai program
Intervensi :
a.
Jelaskan
sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b.
Jelaskan
pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
c.
Diskusikan
tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu
pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik
d.
Jelaskan
perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
e.
Diskusikan gejala kambuhan atau
kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual
dan muntah.
f.
Diskusikan
pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g.
Diskusikan
pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h.
Diskusikan
perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai program
i.
Jelaskan
penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang
diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta
alcohol.
j.
Jelaskan perlunya menghindari
konstipasi dan penahanan.
k.
Berikan
support mental, konseling dan penyuluhan pada keluarga klien
DAFTAR PUSTAKA
Hani, Sharon
EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin Office
Pract 2010;33:613-23.
Vaidya CK,
Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician 2009:43-50
Anggaraini, Ade
Dian, et.al (2009). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode
Januari sampai Juni 2008. Diakses 20 Februari 2011 : Http://yayanakhyar.wordpress.com
Baike (2010). Hubungan
genetik terhadap penyakit kardiovaskuler. Diakses 20 februari 2011 : http://baike.baidu.com/view/2130696.htm
Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi. Diakses 12
April 2011: http: //www.depkes.org.
Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books, Yogyakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific
Meeting on Hypertension. Diakses 20 Desember 2010 : http://www.dinkesjatengprov.go.id
Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi, &
Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta
Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta
No comments:
Post a Comment