Monday, March 18, 2019

ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA


ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA
A.      PENGERTIAN
OMA (Otitis Media Akut) adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah (Mansjoer, 2001)
OMA adalah peradangan telinga bagian tengah yang disebabkan oleh pejalaran infeksi dari tenggorok (farinitis) A sering terjadi pada anak-anak (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas)
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu : 
· Otitis Media Akut
· Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)
· Otitis Media Kronik 

-Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi. 
-Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi
-Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang.
 Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.

B.       ETIOLOGI
Faktor penyebab penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain :
1.        Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat :
a.         Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
Patogen tersering yang diisolasi dari telinga pasien dengan OMSK adalah P. aeruginosa dan S. aureus. Bakteri anaerob juga sering ditemukan dalam penelitian. Jamur biasanya jarang muncul kecuali bila terdapat super infeksi pada liang telinga. (Buchman,2003).
b.         Obstruksi anatomik tuba eustachius parsial / total
2.        Perforasi membran timpani yang menetap
3.        Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah.
4.        Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi (timpano-sklerosis).
5.        Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6.        Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum, atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.





C.      PATOFISIOLOGI
OMA sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius.
Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel darah putih akan melawan sek-sel bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri, sedikitnya terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengatran di telinga dalam bergerak bebas. Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

D.      MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien :
1.      Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap
2.      Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
3.      Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai 39,50oC, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.
4.      Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
5.      Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek)
6.      Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat,
7.      Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan  menarik-narik telinga pada anak yang belum dapat bicara
8.      Anoreksia (umum)
9.      Limfadenopati servikal anterior.

E.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.         Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2.         Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
3.         Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
4.         Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara.

F.       PENATALAKSANAAN
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya :
·         Stadium oklusi
       Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang. Pemberian obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus diobati, antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus atau alergi
·         Stadium presupurasi
       Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran timpani terlihat hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan golongan Penicillin diberikan Eritromisin.
·         Stadium supurasi
       Pemberian antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpani masih utuh untuk menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
·         Stadium resolusi
       Pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu jika tidak terjadi resolusi.
·           Tindakan pembedahan
G.      KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada OMA adalah :
1.      Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
2.      Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
3.      Tuli
4.      Peradangan pada selaput otak (meningitis).
5.      Abses otak.
6.      Ruptur membrane timpani
7.      Tuli jangka pendek


























BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN

A. Biodata

a.       Identitas
            Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.

b.      Keluhan utama
            Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan, adakah keluhan seperti pilek dan batuk.

c.       Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.  Seperti penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.

d.      Riwayat Penyakit Dahulu
 Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran (kapan, berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi), apakah riwayat pada anggota keluarga.

e.      Riwayat Kesehatan Keluarga
            Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat alergi pada keluarga.


f.        Riwayat Psikososial
            Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya. Pada kasus ini riwayat psikososial dapat terjadi diantaranya :
Ø  Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Ø  Aktifitas terbatas
Ø  Takut menghadapi tindakan pembedahan

B. Pemeriksaan Fisik
1.      Inspeksi :
Ø  Keadaan umum.
Ø  Adakah cairan yang keluar dari telinga.
Ø  Bagaimana warna, bau, jumlah.
Ø  Apakah ada tanda-tanda radang.
Ø  Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium
C. Pemeriksaan Diagnostik
Ø  Tes Audiometri : AC menurun
Ø   X ray : terhadap kondisi patologi
    Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.
  D. Pemeriksaan pendengaran
Ø  Tes suara bisikan
Ø  Tes garputala
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      gangguan rasa aman nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
2.      resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori auditorium
3.      resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pengobatan

INTERVENSI
1.        Gangguan rasa aman nyaman (nyeri) berhubungan dengan  proses peradangan pada telinga
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak merasakan nyeri bahakan hilang.
Kriteria hasil : pasien tampak Rileks dan nyeri berkurang.
Intervensi :
1.    kaji ulang keluhan nyeri perhatikan tempat dan karakteristik.
2.      Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
3.    Kompres hangat dan dingin.
4.    Kolaborasi pemberian obat analgetik (sesuai indikasi)
2.        Resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori auditorius
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien tidak terjadi injuri
Kriteria hasil : Tidak terjadi injury atau perlukaan.
Intervensi :
1.    Pegangi atau dudukkan pada saat makan
2.    Pasang restraint pada sisi tempat tidur.
3.    Jaga saat beraktivitas jika jatuh.
4.    Tempatkan perabot teratur
3.        Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil : tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1.    Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo.
2.     Jaga kebersihan pada daerah liang telinga .
3.    Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi)
4.      Kolaborasi pemberian antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth.2002. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC
Ludman, Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit THT, Jakarta, Hipokrates, 1996
Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien.ed 3. Jakarta : EGC
Mansjoer,Arief,dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3: Jakarta, Mediaacs culapius


















No comments:

Post a Comment