ASUHAN
KEPERAWATAN OTITIS MEDIA
A. PENGERTIAN
OMA (Otitis Media Akut) adalah
peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah (Mansjoer, 2001)
OMA adalah peradangan telinga bagian
tengah yang disebabkan oleh pejalaran infeksi dari tenggorok (farinitis) A
sering terjadi pada anak-anak (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas)
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut
sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran,
1999).
Ada 3 ( tiga )
jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
· Otitis Media Akut
· Otitis Media Serosa (Otitis media
dengan efusi)
· Otitis Media Kronik
-Otitis media akut adalah keadaan
dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala
infeksi.
-Otitis media serosa / efusi adalah
keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan
gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative
dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada
penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi,
meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah
sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”.
Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya
disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat
pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan
pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran
napas atas yang terjadi
-Otitis media kronik sendiri adalah
kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya
disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering
berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga
tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat
menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan
antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang,
penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis
koalesens akut menjadi jarang.
Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang
ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan
mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering,
dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan
kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa )
dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane
timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak
dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan
mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan
paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran
sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan
abses otak.
B.
ETIOLOGI
Faktor penyebab penyakit infeksi
telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain :
1.
Gangguan fungsi tuba eustachius yang
kronis akibat :
Patogen tersering yang diisolasi dari telinga
pasien dengan OMSK adalah P. aeruginosa dan S.
aureus. Bakteri anaerob juga sering ditemukan dalam penelitian. Jamur biasanya
jarang muncul kecuali bila terdapat super infeksi pada liang telinga.
(Buchman,2003).
b.
Obstruksi anatomik tuba eustachius
parsial / total
2.
Perforasi membran timpani yang
menetap
4.
Obstruksi menetap terhadap aerasi
telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan
parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi (timpano-sklerosis).
5.
Terdapat daerah-daerah dengan
sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6.
Faktor-faktor konstitusi dasar
seperti alergi, kelemahan umum, atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.
C. PATOFISIOLOGI
OMA sering diawali dengan infeksi
saluran napas seperti radang tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga
tengah lewat saluran eustachius.
Saat bakteri melalui saluran
eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga
terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel darah putih akan melawan sek-sel
bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri, sedikitnya terbentuk nanah
dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel eustachius menyebabkan
lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah bertambah banyak,
pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengatran di telinga dalam bergerak
bebas. Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat merobek gendang
telinga karena tekanannya.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala
klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien :
1.
Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap
2.
Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
3.
Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai 39,50oC,
gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.
4.
Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
5.
Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan jernih
dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek)
6.
Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat,
7.
Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan
menarik-narik telinga pada anak yang belum dapat bicara
8.
Anoreksia (umum)
9.
Limfadenopati servikal anterior.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Otoscope
untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2. Timpanogram
untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
3. Kultur dan
uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum
dari telinga tengah melalui membrane timpani).
4. Otoskopi
pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga
yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang telinga
terhadap perubahan tekanan udara.
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan
OMA tergantung pada stadium penyakitnya :
·
Stadium oklusi
Pengobatan
bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negative di
telinga tengah hilang. Pemberian obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus diobati,
antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus atau
alergi
·
Stadium presupurasi
Pemberian
antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran timpani terlihat
hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan golongan
Penicillin diberikan Eritromisin.
·
Stadium supurasi
Pemberian
antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpani masih utuh untuk
menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
·
Stadium resolusi
Pemberian
antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu jika tidak terjadi resolusi.
·
Tindakan pembedahan
G.
KOMPLIKASI
Komplikasi
yang terjadi pada OMA adalah :
1.
Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
2.
Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
3.
Tuli
4.
Peradangan pada selaput otak (meningitis).
5.
Abses otak.
6.
Ruptur membrane timpani
7.
Tuli jangka pendek
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
A. Biodata
a. Identitas
Meliputi
identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama,
umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan
alamat.
b.
Keluhan utama
Kapan
keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau
berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat
apa yang digunakan, adakah keluhan seperti pilek dan batuk.
c.
Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang
dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative,
quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time. Seperti penjabaran dari riwayat
adanya kelainan nyeri yang dirasakan.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah
menderita gangguan pendengaran (kapan, berapa lama, pengobatan apa yang
dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan,
daerah industri, daerah polusi), apakah riwayat pada anggota keluarga.
e.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji
ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Ada atau
tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat
alergi pada keluarga.
f.
Riwayat Psikososial
Psiko
sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul
gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang
dideritanya. Pada kasus ini riwayat psikososial dapat terjadi diantaranya :
Ø Nyeri otore
berpengaruh pada interaksi
Ø Aktifitas
terbatas
Ø Takut
menghadapi tindakan pembedahan
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi :
Ø Keadaan umum.
Ø Adakah cairan yang keluar dari
telinga.
Ø Bagaimana warna, bau, jumlah.
Ø Apakah ada tanda-tanda radang.
Ø Pemeriksaan
dengan otoskop tentang stadium
C. Pemeriksaan Diagnostik
Ø Tes
Audiometri : AC menurun
Ø X ray : terhadap kondisi patologi
Misal
: Cholesteatoma, kekaburan mastoid.
D. Pemeriksaan pendengaran
Ø
Tes suara
bisikan
Ø
Tes
garputala
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. gangguan rasa aman nyaman (nyeri)
berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
2.
resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori auditorium
3.
resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pengobatan
INTERVENSI
1.
Gangguan rasa aman nyaman (nyeri)
berhubungan dengan proses peradangan
pada telinga
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak merasakan
nyeri bahakan hilang.
Kriteria
hasil : pasien tampak Rileks dan nyeri berkurang.
Intervensi :
1.
kaji ulang keluhan nyeri perhatikan
tempat dan karakteristik.
2.
Berikan posisi yang nyaman
pada pasien.
3.
Kompres hangat dan dingin.
4.
Kolaborasi pemberian obat analgetik
(sesuai indikasi)
2.
Resiko injuri berhubungan dengan penurunan
sensori auditorius
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien tidak terjadi
injuri
Kriteria hasil : Tidak terjadi injury atau perlukaan.
Intervensi :
1.
Pegangi atau dudukkan pada saat
makan
2.
Pasang restraint pada sisi tempat
tidur.
3.
Jaga saat beraktivitas jika jatuh.
4.
Tempatkan perabot teratur
3.
Resiko infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil : tidak terjadi
tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1.
Kaji tanda-tanda perluasan infeksi,
mastoiditis, vertigo.
2.
Jaga kebersihan pada daerah liang telinga .
3.
Hindari mengeluarkan ingus dengan
paksa/terlalu keras (sisi)
4.
Kolaborasi pemberian
antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& suddarth.2002. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC
Ludman,
Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit THT, Jakarta, Hipokrates, 1996
Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
pedoman untuk perencanaan dan
Mansjoer,Arief,dkk.1999.Kapita
Selekta Kedokteran,Edisi 3: Jakarta, Mediaacs culapius
No comments:
Post a Comment