- Latar belakang
Rongga toraks merupakan struktur tubuh yang sangat penting
berkaitan dengan fungsi pernafasan serta melindungi struktur organ-organ yang
didalamnya . selain itu banyak tindakan bedah yang berkaitan dengan dengan dinding toraks ini, Ttrauma toraks
semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi.dan kondisi sosial
ekonomi masyarakat, Di Amerika serikat didapatkan 180.000 kematian/ tahun. 25% karena trauma toraks langsung,
sedangkan 5 % merupakan trauma toraks tidak langsung atau penyerta.
Trauma toraks mencakup
area anatomi leher dan toraks serta dapat menyebar kelainan pada system
pernafasan. sistem sirkulasi, dan system pencernaan .
Seperempat kematian akibat trauma disebabkan oleh trauma toraks,
dua per tiga dari kematian ini terjadi setelah pasien tiba di rumah sakit .
pada dasarnya , dari angka mortalitas yang tinggi, hanya 10 – 15% cidera toraks
memerlukan torakotomi ( bedah thorak) Manufer
control pernafasan yang sederhana atau pipa torakostomi dapat menyelamatkan
meyoritas korban trauma toraks
(
Manjoer, 2000 )
- Tujuan
- Tujuan umum
.
Setelah mengikuti seminar mahasiswa diharapkan mampu menerapkan asuhan
keperawatagn pada pasien dengan bedah thorak
- Tujuan
khusus .
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi,
indikasi dan pathway dari bedah toraks
b. Mahasiswa mampu merumiuskan proses
keperawatan pada klien dengan bedah toraks
( diagnosa dan interfensi keperawatan )
c. Mahasiswa mampu memberikan askep pada
klien dengan bedah toraks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi Bedah Toraks
Bedah thorak
terdiri dari berbagai prosedur yang mencakup pembedahan membuka rongga dada,
bedah toraks meliputi pneumonektomi (pengangkatan keseluruhan paru), lobektomi
(pengakatan lobus paru), segmentektomi (reseksi segmentasi), reseksi baji,
reseksi bronkoplastik atau sleeve, toraskopi video (pemeriksaan dengan suatu endoskop).
( Brunner &Suddarth2001)
B.
Jenis – jenis bedah thorak
a. Pneumonektomi ( pengangkatan keseluruhan
paru ) :
Dilakukan terutama untuk
kanker ketika lesi tidak dapat diangkat dengan prosedur yang lebih rendah. Pneumoktomi
mungkin juga dilakukan untuk abses paru,
bronkleaktasi, atau tuberkulosis unilateral luas. pengangkatan paru kanan lebih
berbahaya dibanding pengangkatan paru kiri,
karena paru kanan mempunyai jaring – jaring vaskuler yang lebih besar
dan pengangkatanya menyebabkan masalah fisiologis yang lebih besar .
b. Lobektomi ( pengangkatan lobus paru ):
Dapat dilakukan untuk
karsinoma bronkogenik, bulla atau bleb emfisema raksa, tumor jinak tumor
maligna yang bermetasase, bronkolektasis, infeksi jamur . Operasi ini merupakan operasi yang lebih umum
dibanding pneumoektomia .
c. Segmentektomi ( reseksi segmental ) :
Satu segmen dapat diangkat dari setiap lobus, kecuali
lobus tengah kanan, yang hanya mempunyai
dua segmen kecil, tanpa kecucali diangkat seluruhnya, Proses penyakit dapat
dibatasi pada suatu segmen. Kehati – hatian harus diterapkan untuk menyelamatkan
sebanyak mungkin jaringan paru yang
sehat dan berfungsi, terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mempunyai
cadangan kardiopulmonal terbatas.
d. Reseksi Baji
Prosedur ini dilakukan unrtuk
biopsi paru diagnostik dan untuk eksisi non- lobus perifer kecil. Reaksi Baji
dari lesi kecil yang terbatas sangat tegas dapat dilakukan tanpa memperhatikan
lokasi bidang intersegmental.
e. Reseksi Bronkoplastik atau Sleeve:
Prosedur dimana hanya satu
lobaris bronkus dengan bagian kanan atau kiri bronkus yang dieksisi. Bronkus
distal direa-nastomosis ke Bronkus proksimal / trakea.
f. Toraskopi video:
Toraskopi video adalah
prosedur endoskopi yang memungkinkan ahli bedah, tanpa melakukan insisi terbuka
untuk melihat kedalam keadaan toraks, mengambil spesimen jaringan untuk biopsi,
mengatasi pneumotoraks rekuren spontan, dan mendiagnosis baik efusi pleural
maupun massa pleural.
(Brunner & Suddarth, 2001)
C. Indikasi Bedah Thorak
1. Obstruksi jalan nafas ( sumbatan jalan
nafas dari dalam / luar dari pasien contohnya : muntahan , gigi palsu, lidah terlekuk
kedalam.
2. Hemotoraks ( penggumpalan darah dalam
ruang potensial yaitu antara plura viseral dan parietal ) yang berat ( > 800
cc )
3. Temponade pericardium ( terkumpulnya darah
dalam cavum perikardium (> 50 cc)
4. Tension pneomothoraks .( udara masuk ke dalam cavum toraks tapi tidak dapat keluar
lagi sehingga terjadi peningkatan tekanan )
5. Flail chest ( fraktur costa segmen >
dari dua costa yang berurutan sehingga terdapat area telepas dari angka toraks)
fraktur sternum
6. Pneomothoralis terbuka ( gangguan pada
dinding dada berupa hubungan langsung antara ruang pleura dan lingkungan).
7. Fraktur iga
8. Kontusio pulmunal
9. Cedera dan bronkus
10. Kontusio miokard
11. Ruptur aorta
12. Empiema toraks
(
Manjoer ,2000 )
D. Komplikasi
1. Masalah kolaborasi
a. Ateletaksis
b. Pneumonia
c. Insufiensi pemutusan
d. Pneumotoraks, hematoraks
e. Hematologi
f. Embolisme pulmonal
g. Emsisema subcutan
h. Pergeseran mediastinal
i.
Edema
pulmonal akut
j.
Trombflebitis
( Capernito ,2000 )
2. Komplikasi trauma thorak
a. Yang terkait dengan tidak stabilnya
dinding dada :
1) Nyeri berkepanjangan , meskipun luka sudah
sembuh. Mungkin karena cellus atau jaringan parut yang menekan saraf intercosta.
Terapi konservatif dengan analgesik atau pelunak jaringan parut .
2) Oeteomylitis , dilakukan squesterisasi dan
fiksasi
3) Retensi sputum , karena batuk tidak
adequat dan dapat menimbulkan pneumoni . Diperlukan pemberian mukolitik
b. Yang tertkait dengan perlukaan dan memar
paru :
1) Infiltrat paru dan efusi pleura , yang
memerlukan pemasangan WSD untuk waktu yang lama .
2) Empiema , yang terjadi lambat dan
memerlukan WSD dan antibiotik.
3) Pneomoni , merupakan komplikasi yang
berbahaya daan perlu diberi pengobatan yang optimal. Bila distress pernafasan berkelanjutan maka diperlukan
pemasangan respirator.
4) Fistel bronkopleural , ditandai dengan
gejala kolaps paru yang tidak membaik. Memerlukan tidak bedah lanjut berupa
torakomi eksploratif dan fistelnya
5) Chylotoraks lambat
c. Komplikasi lain di luar paru dan pleura .
1) Mediastinitis, merukan komplikasi yang
sering fatal .Bila terjadi pernanahan maka harus dilakukan drainase mediastinum
.
2) Fistel esofagus, dapat ke mediastinum dan
menyebabkan mediastinitis atau kepleura dan menimbulakan epiema atau egusi
pleura. Diperlukan tindakan bedah untuk menutup fistel .
3) Hernia diagfragmatika lambat, memerlukan
koreksi bedah .
4) Kelainan jantung, terutama pada luka
tembus dan trauma pada jantung. Memerlukan tindakan bedah dan pembedahan
jantung terbuka .
( Alam , 2007 )
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan gas darah arteri( GDA)
a. Pemeriksaan PH darah
b. Tekanan O2 dan CO2 .
2. Pemeriksaan Radiografi dada
a. Pengukuran Rontgen dada
b. Tomografi ( planigrafi )
c. Computed Tomografi ( CT Scan )
d. Positorn Emission Tomografi ( PET )
e. Flouroskopi
f. Telan Barium
g. Bronkografi
h. Angiografi
3. Pada dasarnya diagnostik trauma thorak harus
ditegakkan secepat mungkin , tanpa memakai cara yang lama ( CT Scan dan Angiografi )
BAB III
PENATALAKSANAAN dan ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Penatalaksanaan
1. prinsip penatalaksanaan kedaruratan
a. Penatalaksanaan mengikuti prinsip
penatalaksanaan pasien truma secara umum ( primery survey dan secondary survey
)
b. Tidak dibenarkan melakukan langkah –
langkah anamesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, penegahan
diagnosis dan terapi secara konsekutif ( berurutan ) pada kondisi kedaruratan
c. Standar pemeriksaan diagnostik ( yang
hanya bisa dilakukan bila pasien stabil )adalah portable X-Ray ,portable blood
aximination, portable broncoscope. tidak
dibenarkan melakukan pemeriksaan pasien dengan cara memindahkan pasien dari
ruang emergancy .
d. Penanganan pasien tidak untuk mengalihkan
diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan
melakukan tindakan penyelamatan nyawa .
e. Pengambilan anamnesis ( riwayat ) dan PF
dilakukan bersama atau setelah melakukan prosedur penangan trauma .
f. Penangan pasien trauma toraks sebaiknya
dilakukan oleh tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS ( Advance
Trauma Life Suport )
g. Oleh karena langkah – langkah awal primery
survey ( A , B , C) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Thorak
Kardiofaskuler , sebaiknya setiap RS yang mempunyai trauma unit atau center
memiliki konsultan bedah thorak kardiovaskuler
2. Primary survey
A = Airway ( jalan nafas )
Memelihara jalur udara bebas
masuk sistem penrnafasan
B = Breathing ( pernafasan )
Memulihkan kembali fingsi
sitem pernasan
C = Circulation ( sirkulasi
darah )
Memulihkan kembali fungsi
sistem sirkulasi darah yang cukup
( Mukono dan Wasono
, 2002 )
3. Penatalaksanaan medis
a. Pemberian obat – obatan preoperati .
1) Tranquilizer (Klorpromazin (thorazine),
Diazepam (valium)):
Menurunkan kecemasan dan
merelaksasi otot skelektal .
2) Analgesik narkotik (morfin atau fentanil
(sublimaze)):
Memberikan efek sadasi ,
menurunkan nyeri dan kecemasan , serta menurunkan jumlah anestesi yang
diperlukan selama pembedahan.
3) Glukopirolat (Robinul) atau Atropin:
Menciptakan efek anti
kolinergik untuk menghambat sekresi mukosa pada mulut dan saluran pernafasan
serta mencegah otot laring .
4) Dreperidol (inapsine) dan metoklopramid
(Reglan):
Mengurangi mual dan muntah.
Obat –
obatan preoperatif diberikan pada klien akan pergi keruang operasi atau
sebelumnya . Perawat melakukan semua tindakan asuhan keperawatan sebelum ia
memberi obat – obatan prepoperataif pada klien .
Format
persetujuan tindakan perli ditanda tangani sebelum obat – obatan ini diberikan
. klien boleh meninggalkan tempat tidur atrau kursi roda , karena obat – obatan
tersebut menyebabkan kantuk , klien harus diingetkan bahwa ia akan meras
mengantuk dan mulut kering .
( Poter dan
Pery , 2005 )
4. Penatalaksanaan keperawatan
a. Mengurangi ansietas dan emosional
b. Menyediakan keamanan fisik
c. Mencegah komplikasi
d. Meredahkan rasa sakit
e. Memberikan fasilitas untuk proses
penyembuhan
f. Menyediakan informasi mengenai proses
penyakit atau prosedur pembedahan , prognosis dan kebutuhan pengobatan .
( Doengoes, 1999 )
B.
Asuhan Keperawatan
1.
Preoperatif
1.
Pengkajian
a. Pengkajian keadaan umum
1) Identitas pasien (nama, usia, jenis
kelamin, suku, alamat, agama.)
2) Data umum (status gizi, kondisi
psikologis, cara berbaring/ mobilitas, pakian, kebersihan dan kesadaran )
3) Pengukuran tinggi dan berat badan
4) Pengukuran tanda-tanda vital (suhu, nadi,
pernafasan, dan tekanan darah )
(Robert
Priharjo, 1996 )
b. Pengumpulan data
1) Data subyektif
a)Riwayat kesehatan sekarang
-
Keadan
peranafasan ( nafas pendek )
-
Nyeri
dada
-
Batuk
dan spuntum
b) Riwayat kesehatan dahulu
-
Gangguan
kesehatan yang baru dialami
-
Cidera
-
Penbedahan
c) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang
menderita episema, asma, alergi, dan tuberkulosa
d) Sistim fisiologi
Gangguan pernafasan mungkin
menunjukan gejala yang berkaitan dengan masalah utama, misalnya demam,
menggigil, lemah, keringat dingin pada malam harimerupakan gejala yang
berkaitan dengan tuberkulosis.
e) Ststus perkembangan
Misalnya pada bayi prematur
dapat memiliki gangguan perkembangan sistem pernafasan sewaktu lahir dan pada
usia lanjut apakah ada perubahan pola pernafasan .
f) Pola pemeliharaan kesehatan
-
Pekerjaan
-
Obat
yang tersedia dirumah
-
Pola
todur- istirahat, dan stres
g) Pola hubungan peran- kekerabatan
-
Pengaruh
dari gangguan / penyakit terhadap dirinya dan keluarga
-
Apakah
berpengaruh juga pada peran sebagai suami istri
(Robert Priharjo,
1996)
c. Pemeriksaan fisik
1) Inpeksi
Dada : Postur tubuh, kesimetrisan ekspansi serta
keadaan kulit
2) Palpasi
Bertujuan
untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrissan ekspansi, tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba dihantarkan
melalui sistem brokopulmonal selama seseorang berbicara). Pada tactil vremitus,
gerakan lebih jelas terasa pada apek paru paru dan dinding kanan lebih keras
dari pada dinding dada kiri jarena bronkusis kanan lebih besar .
3) Perkusi
Suara/bunyi
perkusi pada paru paru orang normal adalah resonan yang terdengar seperti ”
dug, dug, dug ”
Bunyi
abnormal :
a) Kurang resonan, ” bleg, bleg, bleg ”
terjadi pada kedaan konsolidasi yaitu bagian padat lebih besar dari pada bagian
udara
b) Suara datar / pekak pada pasien yang
menderita tumor paru paru seperti perkusi pada paha
c) Bunyi hiperresonan pad pasien dengan
peneomotorak ringan yang terdengna seperti ” deng, deng, deng ” hal ini terjadi
karena udara relatif lebih besar dari pada zat padat
d) Bunyi timpani pada pasien pnemothorak yang
bila diperkusi terdengan seperti ” dang, dang, dang ” karena terdapat area
penimbunan udara .
Selain untuk mengetahui keadaan
paru paru, perkusi juga dapat digunakan untuk mengetahui batas paru paru dengan
organ lain disekitarnya.
4) Auskultasi
Auskultasi biasanya
dilaksanakan dengan menggunakan stetoskop. Auskultasi berguna untuk :
a)Untuk mengkaji adanya sumbatan aliran
udara .
b) Untuk mengkaji kondisi paru paru dan
rongga pleura .
Adapun bunyi nafas normal yaitu
vesikuler, bronkovesikuler, bronkeal, traekeal, dan ada beberapa bunyi / suara
yang merupakan suara tambahan, antara lain ronchi kering, ronchi basah, dan
gesekan pleura.
2.
Persiapan Preoperatif.
1. Memperbaiki bersihan jalan napas
2. Pendidikan pasien
3. Menghilangkan ansietas.
2.
Intraoperatif
1. Hal-hal yang dilakukan pada tahap intraoperatif
a. Ruang sementara (Holding Area)
1) disana perawat menjelaskan tahap tahap
yang akan dilaksanakan untuk menyiapkan klien menjalani pembedahan
2) perawat mengenakan pakaian, topi dan alat
kaki khusus ruangan operasi sesui dengan kebijakan pengontrolan infeksi yang
sakit
3) memangsang infus ketangan klien untuk
memberikan prosedur rutin penggantian cairan dan obat obatan melalui intra vena
.
4) pemasangan manset tekanan darah, terpasang
pada lengan klien selama pembedahan berlangsung sehingga ahli anastesi dapat
mengkaji tekanan darah klien
5) memberikan selimut tambahan karena suatu
ruangan operasi dan ruangan tahanan sementara yang biasanya dingin
b. Kedatangan klien keruang operasi
1) Perawat memindahkan klien keruang operasi
menggunakan brankas, dan biasanya klien dalam keadaan masih sadar
2) Perawat ruang operasi memeriksa
identifikasi dan kardeks klien : melihat kembali lembar persetujuan tindakan,
riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil pemeriksaan,
pastikan bahwa alat prostese dan barang berharga kelak dilepas dan memeriksa
kembali rancangan preoperatif yang berkaitan dengan rencana intraoperatif
3) Perawat memasang peralatan monitor pembedahan
dilaksanakan.
c. Pemberian anastesi
3.
Penatalaksanaan Pascaoperasi
1. Ventilasi Mekanik
Tergantung
pada sifat dari operasi, kondisi yang mendasari pasien, perjalanan
intraoperatif dan kedalaman anestesia, pasien dapat membutuhkan ventilasi
mekanis pascaoperatif.
2. Drainase Dada
Untuk memeprbaiki pertukaran gas
dan pernafasan pada periode pascaoperatif. Yaitu dengan cara mengeluarkan apa
saja yang terkumpul dalam spasium pleura sehingga spasium pleural normal dan
fungsi kardiopulmonal dapat dipulihkan dan dipertahankan. Karena penumpukan
udara, cairan, atau substansi lain dalam dada dapat mengganggu fungsi
kardiopulmonal dan bahkan menyebabkan paru kolaps. Substansi patologis yang
tekompul dalam spasium pleural termasuk fibrin, atau bekuan darah; cairan
(cairan serosa, darah, pus killus) dan gas-gas (udara dari paru, pohon
trakeobronkial, atau esofagus)
4.
Diagnosa Keperawatan
1. Preoperatif
a. Kurang pengetahuan tentang implikasi b/d
kurang pengalaman tentang operasi dan kesalahan informasi
b. Ansietas berhubungan dengan ancaman
kematian, kehilangan bagian tubuh dan perubahan pada status kesehatan
2. Intraoperatif
a. Cedera, risiko tinggi b/d kondisi
interaksif antara individu dan lingkungan
b. Infeksi b/d berdasarkan munculnya zat-zat
patogen atau pemajanan lingkungan, prosedur invasif
3. Pascaopertatif
a. Penurunan curah jantung b/d kehilangan
darah dan fungsi miokardium
b. Nyeri
berhubungan dengan truma operasi dan iritasi pleura akibat selang dada
c. Pola nafas tidak efektif b/d obstruksi
trakeobronkial
d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi
perawatan pascaoperasib/d keterbatasan kognitif
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bedah thorak
terdiri dari berbagai prosedur yang mencakup pembedahan membuka rongga dada,
bedah toraks meliputi pneumonektomi (pengangkatan keseluruhan paru), lobektomi
(pengakatan lobus paru), segmentektomi (reseksi segmentasi), reseksi baji,
reseksi bronkoplastik atau sleeve, toraskopi video (pemeriksaan dengan suatu endoskop).
Sasaran
perawatan praoperatif adalah untuk memastikan pemulihan fungsi pasien untuk
menentukan apakah bertahan dari pembedahan dan untuk memastikan kondisi optomal
pasien untuk pembedahan.
Tindakan pada pascaoperati
yaitu:
1. Ventilasi Mekanis
2. Drainase dada.
DAFTAR PUSTAKA
Henderson.
M. A.1997. Ilmu Bedah Untuk Perawat.
Yogyakarta.: Yayasan Esientia Medica.
Capernito,
Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan (Editor edisi Bahasa Indonesia: Monica Ester ) Edisi 8. Jakarta
: EGC.
Indah,
Rosaria ,dkk. 2003. Ilmu Bedah (Editor: Widya Wasityar Tuti). Yogyakarta : Widya Medica.
Mashoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selecta Kedokteran Edisi ke Tiga Jilid Kedua. Jakarta :
Media Aesculapius.
No comments:
Post a Comment