Monday, June 1, 2015

ASUHAN KEPERAWATAN BEDAH TORAX


  1. Latar belakang
Rongga toraks merupakan struktur tubuh yang sangat penting berkaitan dengan fungsi pernafasan serta melindungi struktur organ-organ yang didalamnya . selain itu banyak tindakan bedah yang berkaitan dengan  dengan dinding toraks ini, Ttrauma toraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi.dan kondisi sosial ekonomi masyarakat, Di Amerika serikat didapatkan 180.000 kematian/ tahun. 25% karena trauma toraks langsung, sedangkan 5 % merupakan trauma toraks tidak langsung atau penyerta.
Trauma toraks mencakup area anatomi leher dan toraks serta dapat menyebar kelainan pada system pernafasan. sistem sirkulasi, dan system pencernaan .
Seperempat kematian akibat trauma disebabkan oleh trauma toraks, dua per tiga dari kematian ini terjadi setelah pasien tiba di rumah sakit . pada dasarnya , dari angka mortalitas yang tinggi, hanya 10 – 15% cidera toraks memerlukan torakotomi ( bedah thorak)  Manufer control pernafasan yang sederhana atau pipa torakostomi dapat menyelamatkan meyoritas korban trauma toraks
( Manjoer, 2000 )

  1. Tujuan
    1. Tujuan umum .
Setelah mengikuti seminar mahasiswa diharapkan mampu menerapkan asuhan keperawatagn pada pasien dengan bedah thorak
    1. Tujuan khusus .
a.       Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, indikasi dan pathway dari bedah toraks  
b.      Mahasiswa mampu merumiuskan proses keperawatan pada klien dengan bedah toraks  ( diagnosa dan interfensi keperawatan )
c.       Mahasiswa mampu memberikan askep pada klien dengan bedah toraks


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi Bedah Toraks
Bedah thorak terdiri dari berbagai prosedur yang mencakup pembedahan membuka rongga dada, bedah toraks meliputi pneumonektomi (pengangkatan keseluruhan paru), lobektomi (pengakatan lobus paru), segmentektomi (reseksi segmentasi), reseksi baji, reseksi bronkoplastik atau sleeve, toraskopi video  (pemeriksaan dengan suatu endoskop).
                                                                ( Brunner &Suddarth2001)                                                                                               

B.     Jenis – jenis bedah thorak
a.       Pneumonektomi ( pengangkatan keseluruhan paru ) :
Dilakukan terutama untuk kanker ketika lesi tidak dapat diangkat dengan prosedur yang lebih rendah. Pneumoktomi mungkin juga dilakukan untuk abses  paru, bronkleaktasi, atau tuberkulosis unilateral luas. pengangkatan paru kanan lebih berbahaya dibanding pengangkatan paru kiri,  karena paru kanan mempunyai jaring – jaring vaskuler yang lebih besar dan pengangkatanya menyebabkan masalah fisiologis yang lebih besar .
b.      Lobektomi ( pengangkatan lobus paru ):
Dapat dilakukan untuk karsinoma bronkogenik, bulla atau bleb emfisema raksa, tumor jinak tumor maligna yang bermetasase, bronkolektasis, infeksi jamur .  Operasi ini merupakan operasi yang lebih umum dibanding pneumoektomia .
c.       Segmentektomi ( reseksi segmental ) :
Satu segmen  dapat diangkat dari setiap lobus, kecuali lobus tengah kanan,  yang hanya mempunyai dua segmen kecil, tanpa kecucali diangkat seluruhnya, Proses penyakit dapat dibatasi pada suatu segmen. Kehati – hatian harus diterapkan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin  jaringan paru yang sehat dan berfungsi, terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mempunyai cadangan kardiopulmonal terbatas.
d.      Reseksi Baji
Prosedur ini dilakukan unrtuk biopsi paru diagnostik dan untuk eksisi non- lobus perifer kecil. Reaksi Baji dari lesi kecil yang terbatas sangat tegas dapat dilakukan tanpa memperhatikan lokasi bidang intersegmental.
e. Reseksi Bronkoplastik atau Sleeve:
Prosedur dimana hanya satu lobaris bronkus dengan bagian kanan atau kiri bronkus yang dieksisi. Bronkus distal direa-nastomosis ke Bronkus proksimal / trakea.
f.       Toraskopi video:
Toraskopi video adalah prosedur endoskopi yang memungkinkan ahli bedah, tanpa melakukan insisi terbuka untuk melihat kedalam keadaan toraks, mengambil spesimen jaringan untuk biopsi, mengatasi pneumotoraks rekuren spontan, dan mendiagnosis baik efusi pleural maupun massa pleural.
                                                                    (Brunner & Suddarth, 2001)

C. Indikasi Bedah Thorak
1.      Obstruksi jalan nafas ( sumbatan jalan nafas dari dalam / luar dari pasien contohnya : muntahan , gigi palsu, lidah terlekuk kedalam.
2.      Hemotoraks ( penggumpalan darah dalam ruang potensial yaitu antara plura viseral dan parietal ) yang berat ( > 800 cc )
3.      Temponade pericardium ( terkumpulnya darah dalam cavum perikardium (> 50 cc)
4.      Tension pneomothoraks .( udara  masuk  ke dalam cavum toraks tapi tidak dapat keluar lagi sehingga terjadi peningkatan tekanan )
5.      Flail chest ( fraktur costa segmen > dari dua costa yang berurutan sehingga terdapat area telepas dari angka toraks) fraktur sternum
6.      Pneomothoralis terbuka ( gangguan pada dinding dada berupa hubungan langsung antara ruang pleura dan lingkungan).
7.      Fraktur iga
8.      Kontusio pulmunal
9.      Cedera dan bronkus  
10.  Kontusio miokard
11.  Ruptur aorta
12.  Empiema toraks
                                   ( Manjoer  ,2000 )

D. Komplikasi
1.      Masalah kolaborasi
a.       Ateletaksis
b.      Pneumonia
c.       Insufiensi pemutusan
d.      Pneumotoraks, hematoraks
e.       Hematologi
f.       Embolisme pulmonal
g.      Emsisema subcutan
h.      Pergeseran mediastinal
i.        Edema pulmonal akut
j.        Trombflebitis
                                                                           ( Capernito ,2000 )

2.      Komplikasi trauma thorak
a.       Yang terkait dengan tidak stabilnya dinding dada :
1)      Nyeri berkepanjangan , meskipun luka sudah sembuh. Mungkin karena cellus atau jaringan parut yang menekan saraf intercosta. Terapi konservatif dengan analgesik atau pelunak jaringan parut .
2)      Oeteomylitis , dilakukan squesterisasi dan fiksasi
3)      Retensi sputum , karena batuk tidak adequat dan dapat menimbulkan pneumoni . Diperlukan pemberian mukolitik
b.      Yang tertkait dengan perlukaan dan memar paru :
1)      Infiltrat paru dan efusi pleura , yang memerlukan pemasangan WSD untuk waktu yang lama .
2)      Empiema , yang terjadi lambat dan memerlukan WSD dan antibiotik.
3)      Pneomoni , merupakan komplikasi yang berbahaya daan perlu diberi pengobatan yang optimal. Bila distress pernafasan berkelanjutan maka diperlukan pemasangan respirator.
4)      Fistel bronkopleural , ditandai dengan gejala kolaps paru yang tidak membaik. Memerlukan tidak bedah lanjut berupa torakomi eksploratif dan fistelnya
5)      Chylotoraks lambat
c.       Komplikasi lain di luar paru dan pleura .
1)      Mediastinitis, merukan komplikasi yang sering fatal .Bila terjadi pernanahan maka harus dilakukan drainase mediastinum .
2)      Fistel esofagus, dapat ke mediastinum dan menyebabkan mediastinitis atau kepleura dan menimbulakan epiema atau egusi pleura. Diperlukan tindakan bedah untuk menutup fistel .
3)      Hernia diagfragmatika lambat, memerlukan koreksi bedah .
4)      Kelainan jantung, terutama pada luka tembus dan trauma pada jantung. Memerlukan tindakan bedah dan pembedahan jantung terbuka .
( Alam , 2007 )

F. Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan gas darah arteri( GDA)
a.       Pemeriksaan PH darah
b.      Tekanan O2 dan CO2 .
2.      Pemeriksaan Radiografi dada
a.       Pengukuran Rontgen dada
b.      Tomografi ( planigrafi )
c.       Computed Tomografi ( CT  Scan )
d.       Positorn Emission Tomografi ( PET )
e.       Flouroskopi
f.       Telan Barium
g.      Bronkografi
h.      Angiografi
3.       Pada dasarnya diagnostik trauma thorak harus ditegakkan secepat mungkin , tanpa memakai cara yang lama ( CT  Scan dan Angiografi )


BAB III
PENATALAKSANAAN dan ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Penatalaksanaan
1.      prinsip penatalaksanaan kedaruratan
a.       Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien truma secara umum ( primery survey dan secondary survey )
b.      Tidak dibenarkan melakukan langkah – langkah anamesis,  pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik,  penegahan diagnosis dan terapi secara konsekutif ( berurutan ) pada kondisi kedaruratan
c.       Standar pemeriksaan diagnostik ( yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil )adalah portable X-Ray ,portable blood aximination,  portable broncoscope. tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan pasien dengan cara memindahkan pasien dari ruang emergancy .
d.      Penanganan pasien tidak untuk mengalihkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa .
e.       Pengambilan anamnesis ( riwayat ) dan PF dilakukan bersama atau setelah melakukan prosedur penangan trauma .
f.       Penangan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS ( Advance Trauma Life Suport )
g.      Oleh karena langkah – langkah awal primery survey ( A , B , C) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Thorak Kardiofaskuler , sebaiknya setiap RS yang mempunyai trauma unit atau center memiliki konsultan bedah thorak kardiovaskuler
2.      Primary survey
A = Airway ( jalan nafas )
Memelihara jalur udara bebas masuk sistem penrnafasan
B =  Breathing ( pernafasan )
Memulihkan kembali fingsi sitem pernasan
C = Circulation ( sirkulasi darah )
Memulihkan kembali fungsi sistem sirkulasi darah yang cukup
                                                    ( Mukono dan Wasono , 2002 )
3.      Penatalaksanaan medis
a.       Pemberian obat – obatan preoperati .
1)      Tranquilizer (Klorpromazin (thorazine), Diazepam (valium)):
Menurunkan kecemasan dan merelaksasi otot skelektal .
2)      Analgesik narkotik (morfin atau fentanil (sublimaze)):
Memberikan efek sadasi , menurunkan nyeri dan kecemasan , serta menurunkan jumlah anestesi yang diperlukan selama pembedahan.
3)      Glukopirolat (Robinul) atau Atropin:
Menciptakan efek anti kolinergik untuk menghambat sekresi mukosa pada mulut dan saluran pernafasan serta mencegah otot laring .
4)      Dreperidol (inapsine) dan metoklopramid (Reglan):
Mengurangi mual dan muntah.
Obat – obatan preoperatif diberikan pada klien akan pergi keruang operasi atau sebelumnya . Perawat melakukan semua tindakan asuhan keperawatan sebelum ia memberi obat – obatan prepoperataif pada klien .
Format persetujuan tindakan perli ditanda tangani sebelum obat – obatan ini diberikan . klien boleh meninggalkan tempat tidur atrau kursi roda , karena obat – obatan tersebut menyebabkan kantuk , klien harus diingetkan bahwa ia akan meras mengantuk dan mulut kering .
                                                                          ( Poter dan Pery , 2005 )
4.      Penatalaksanaan keperawatan
a.       Mengurangi ansietas dan emosional
b.      Menyediakan keamanan fisik
c.       Mencegah komplikasi
d.      Meredahkan rasa sakit
e.       Memberikan fasilitas untuk proses penyembuhan
f.       Menyediakan informasi mengenai proses penyakit atau prosedur pembedahan , prognosis dan kebutuhan pengobatan .
                                                 ( Doengoes, 1999 )
B.     Asuhan Keperawatan
1.      Preoperatif
1.      Pengkajian
a.       Pengkajian keadaan umum 
1)      Identitas pasien (nama, usia, jenis kelamin, suku, alamat, agama.)
2)      Data umum (status gizi, kondisi psikologis, cara berbaring/ mobilitas, pakian, kebersihan dan kesadaran )
3)      Pengukuran tinggi dan berat badan
4)      Pengukuran tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan, dan tekanan darah )
                                                            (Robert Priharjo, 1996 )
b.      Pengumpulan data
1)      Data subyektif
a)Riwayat kesehatan sekarang
-  Keadan peranafasan ( nafas pendek )
-  Nyeri dada
-  Batuk dan spuntum
b)      Riwayat kesehatan dahulu
-  Gangguan kesehatan yang baru dialami
-  Cidera
-  Penbedahan
c)      Riwayat kesehatan keluarga
      Adakah anggota keluarga yang menderita episema, asma, alergi, dan tuberkulosa
d)     Sistim fisiologi
      Gangguan pernafasan mungkin menunjukan gejala yang berkaitan dengan masalah utama, misalnya demam, menggigil, lemah, keringat dingin pada malam harimerupakan gejala yang berkaitan dengan tuberkulosis.
e)      Ststus perkembangan
      Misalnya pada bayi prematur dapat memiliki gangguan perkembangan sistem pernafasan sewaktu lahir dan pada usia lanjut apakah ada perubahan pola pernafasan .
f)       Pola pemeliharaan kesehatan
-  Pekerjaan
-  Obat yang tersedia dirumah
-  Pola todur- istirahat, dan stres
g)      Pola hubungan peran-  kekerabatan
-  Pengaruh dari gangguan / penyakit terhadap dirinya dan keluarga
-  Apakah berpengaruh juga pada peran sebagai suami istri
(Robert Priharjo, 1996)
c.       Pemeriksaan fisik
1)      Inpeksi
      Dada : Postur tubuh, kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit
2)      Palpasi
Bertujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrissan ekspansi, tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba dihantarkan melalui sistem brokopulmonal selama seseorang berbicara). Pada tactil vremitus, gerakan lebih jelas terasa pada apek paru paru dan dinding kanan lebih keras dari pada dinding dada kiri jarena bronkusis kanan lebih besar .
3)      Perkusi
Suara/bunyi perkusi pada paru paru orang normal adalah resonan yang terdengar seperti ” dug, dug, dug ”
Bunyi abnormal :
a)      Kurang resonan, ” bleg, bleg, bleg ” terjadi pada kedaan konsolidasi yaitu bagian padat lebih besar dari pada bagian udara
b)      Suara datar / pekak pada pasien yang menderita tumor paru paru seperti perkusi pada paha
c)      Bunyi hiperresonan pad pasien dengan peneomotorak ringan yang terdengna seperti ” deng, deng, deng ” hal ini terjadi karena udara relatif lebih besar dari pada zat padat
d)     Bunyi timpani pada pasien pnemothorak yang bila diperkusi terdengan seperti ” dang, dang, dang ” karena terdapat area penimbunan udara .
      Selain untuk mengetahui keadaan paru paru, perkusi juga dapat digunakan untuk mengetahui batas paru paru dengan organ lain disekitarnya.  
4)      Auskultasi
Auskultasi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan stetoskop. Auskultasi berguna untuk :
a)Untuk mengkaji adanya sumbatan aliran udara .
b)      Untuk mengkaji kondisi paru paru dan rongga pleura .
         Adapun bunyi nafas normal yaitu vesikuler, bronkovesikuler, bronkeal, traekeal, dan ada beberapa bunyi / suara yang merupakan suara tambahan, antara lain ronchi kering, ronchi basah, dan gesekan pleura.
2.      Persiapan Preoperatif.
1.      Memperbaiki bersihan jalan napas
2.      Pendidikan pasien
3.      Menghilangkan ansietas.



2.      Intraoperatif
1.      Hal-hal yang dilakukan pada tahap intraoperatif
a.       Ruang sementara (Holding Area)
1)      disana perawat menjelaskan tahap tahap yang akan dilaksanakan untuk menyiapkan klien menjalani pembedahan
2)      perawat mengenakan pakaian, topi dan alat kaki khusus ruangan operasi sesui dengan kebijakan pengontrolan infeksi yang sakit
3)      memangsang infus ketangan klien untuk memberikan prosedur rutin penggantian cairan dan obat obatan melalui intra vena .
4)      pemasangan manset tekanan darah, terpasang pada lengan klien selama pembedahan berlangsung sehingga ahli anastesi dapat mengkaji tekanan darah klien
5)      memberikan selimut tambahan karena suatu ruangan operasi dan ruangan tahanan sementara yang biasanya dingin
b.      Kedatangan klien keruang operasi
1)      Perawat memindahkan klien keruang operasi menggunakan brankas, dan biasanya klien dalam keadaan masih sadar
2)      Perawat ruang operasi memeriksa identifikasi dan kardeks klien : melihat kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil pemeriksaan, pastikan bahwa alat prostese dan barang berharga kelak dilepas dan memeriksa kembali rancangan preoperatif yang berkaitan dengan rencana intraoperatif
3)      Perawat memasang peralatan monitor pembedahan dilaksanakan.
c.       Pemberian anastesi
3.      Penatalaksanaan Pascaoperasi
1.      Ventilasi Mekanik
      Tergantung pada sifat dari operasi, kondisi yang mendasari pasien, perjalanan intraoperatif dan kedalaman anestesia, pasien dapat membutuhkan ventilasi mekanis pascaoperatif.
2.      Drainase Dada
      Untuk memeprbaiki pertukaran gas dan pernafasan pada periode pascaoperatif. Yaitu dengan cara mengeluarkan apa saja yang terkumpul dalam spasium pleura sehingga spasium pleural normal dan fungsi kardiopulmonal dapat dipulihkan dan dipertahankan. Karena penumpukan udara, cairan, atau substansi lain dalam dada dapat mengganggu fungsi kardiopulmonal dan bahkan menyebabkan paru kolaps. Substansi patologis yang tekompul dalam spasium pleural termasuk fibrin, atau bekuan darah; cairan (cairan serosa, darah, pus killus) dan gas-gas (udara dari paru, pohon trakeobronkial, atau esofagus)

4.      Diagnosa Keperawatan
1.      Preoperatif
a.       Kurang pengetahuan tentang implikasi b/d kurang pengalaman tentang operasi dan kesalahan informasi
b.      Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian, kehilangan bagian tubuh dan perubahan pada status kesehatan
2.      Intraoperatif
a.       Cedera, risiko tinggi b/d kondisi interaksif antara individu dan lingkungan
b.      Infeksi b/d berdasarkan munculnya zat-zat patogen atau pemajanan lingkungan, prosedur invasif
3.      Pascaopertatif
a.       Penurunan curah jantung b/d kehilangan darah dan fungsi miokardium
b.      Nyeri  berhubungan dengan truma operasi dan iritasi pleura akibat selang dada
c.       Pola nafas tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkial
d.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi perawatan pascaoperasib/d keterbatasan kognitif





BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bedah thorak terdiri dari berbagai prosedur yang mencakup pembedahan membuka rongga dada, bedah toraks meliputi pneumonektomi (pengangkatan keseluruhan paru), lobektomi (pengakatan lobus paru), segmentektomi (reseksi segmentasi), reseksi baji, reseksi bronkoplastik atau sleeve, toraskopi video  (pemeriksaan dengan suatu endoskop).
Sasaran perawatan praoperatif adalah untuk memastikan pemulihan fungsi pasien untuk menentukan apakah bertahan dari pembedahan dan untuk memastikan kondisi optomal pasien untuk pembedahan.
Tindakan pada pascaoperati yaitu:
1.      Ventilasi Mekanis
2.      Drainase dada.

















DAFTAR PUSTAKA

Henderson. M. A.1997. Ilmu Bedah Untuk Perawat. Yogyakarta.: Yayasan Esientia Medica.

Capernito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Editor edisi Bahasa Indonesia: Monica Ester ) Edisi 8. Jakarta : EGC.

Indah, Rosaria ,dkk. 2003. Ilmu Bedah (Editor: Widya Wasityar Tuti). Yogyakarta: Widya Medica.

Mashoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selecta Kedokteran Edisi ke Tiga Jilid Kedua.  Jakarta: Media Aesculapius.







 

No comments:

Post a Comment