LAPORAN PENDAHULUAN
AMI (Akut
miokard infark)
A.
Latar
Belakang
Akut miokard infark (AMI) merupakan
suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau nekrose otot jantung yang
disebabkan oleh berkurangnya atau terhentinya aliran darah koroner secara
tiba-tiba atau kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri
koroner yang memadai.
Berawal dari proses aterosklerosis
yang merupakan faktor etiologi utama yang mendasari terjadinya penyakit jantung
koroner, terbentuknya plaque dari aterosklerosis menyebabkan penyempitan lumen
pembuluh darah arteri, bila plaque itu pecah dan berdarah dapat menyebabkan
trombosis dan obstruksi arteri koroner. Obstruksi pembuluh darah lebih dari 75
% akan meningkatkan resiko kematian 30-40%.
Penyempitan atau obstruksi total pembuluh arteri koroner akan
mempengaruhi perfusi koroner. Suplai oksigen yang kurang atau tidak ada, menyebabkan
iskemia miokard, pada iskemia memaksa miokardium mengubah metabolisme bersifat
anaerob dimana asam laktat yang dihasilkan tertimbun di sel-sel miokard akan
menstimulasi ujung saraf dan menimbulkan nyeri dada, serta kadar pH sel akan
berkurang atau asidosis.
Iskemia miokard yang berlangsung lama lebih dari 30-45 menit
menyebabkan kerusakan sel-sel miokard yang irreversibel dan nekrosis. Pada
keadaan demikian fungsi ventrikel terganggu, kekuatan kontraksi berkurang,
penurunan stroke volume dan fraksi ejeksi serta gangguan irama jantung. Hal ini
akan mengubah hemodinamika. Mekanisme kompensasi output kardial dan perfusi
yang mungkin meliputi stimulasi simpatik berupa peningkatan heart rate,
vasokonstriksi dan hipertrofi ventrikel.
Proses terjadinya infark miokard terbagi dalam tiga zona, yaitu
zona nekrotik (infark), zona injuri dan zona iskemia. Zona injuri dan iskemia
berpotensi dapat pulih kembali terantung pada kemampuan jaringan sekitar
iskemia yang membentuk sirkulasi kolateral untuk reperfusi cepat.
Luasnya infark tergantung pada pembuluh darah arteri yang
tersumbat, miokard infark paling sering mengenai ventrikel kiri dan area yang
terkena dapat seluruh dari lapisan otot jantung (infark transmural) atau hanya
mengenai sebagian dalam lapisan miokard (infark subendokardial).
Hasil observasi di ruang
ICCU RSUD dr Moewardi Surakarta didapatkan hampir 70% pasien yang dirawat
disana menderita penyakit Infark myokard baik itu AMI, Recent AMI maupun OMI.
Dari data tersebut penulis tertarik untuk membahas kasus infark myokard pada
salah satu pasien disana yaitu pada pasien Ny. M dengan Recent AMI Anteroseptal.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan stase
keperawatan gawat darurat, saya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan miokard infark dengan kegawatan medis.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mampu menjelaskan
definisi miokard infark
b.
Mampu menjelaskan
etiologi miokard infark
c.
Mampu menjelaskan patofisiologi
miokard infark
d.
Mampu menjelaskan manifestasi
klinik miokard infark
e.
Mampu menjelaskan pemeriksaan
diagnostik miokard infark
f.
Mampu menjelaskan penatalaksanaan
miokard infark
g.
Mampu menjelaskan komplikasi
miokard infark
h.
Mampu melaksanakan
asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan miokard infark dengan
kegawatan medis.
TINJAUAN
PUSTAKA
ACUT MYOCARD
INFARC (AMI)
A.
Definisi
AMI merupakan kondisi
kematian pada miokard (otot jantung) akibat dari aliran darah ke bagian otot
jantung terhambat.
Infark miokardium mengacu
pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga
aliran darah koroner berkurang (Brunner & Sudarth, 2002).
Infark miocard akut adalah
nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Suyono, 1999).
B.
Etiologi
AMI terjadi jika suplai
oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik
sehingga menyebabkab kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan
gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:
1. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard
Menurunya suplai oksigen
disebabkan oleh tiga factor, antara lain:
a.
Faktor pembuluh
darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai
jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu
kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis.
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat
penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal
antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau
nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.
b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan
kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke
jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor pemompaan dan volume
darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi
diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi pada
katup-katup jantung (aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis) menyebabkan
menurunnya cardac out put (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan
sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan
adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.
c. Faktor darah
Darah merupakan
pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut darah
berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan pemompaan jantung
maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya
daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal
meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi diantaranya dengan
meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang
tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada
akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin
meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak bertambah. Oleh karena itu segala
aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu
terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan
lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karea semakin
banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksien menurun
akibat dari pemompaan yang tidak efektive.
C.
Faktor resiko
1. Faktor Resiko Yang Dapat
Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang
bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan.
Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
a. Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan
aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan
tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung,
dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau
lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak
merokok.
b. Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah
hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi
adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi
semuanya masih controversial. Tidak semua literature mendukung konsep ini,
bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas
cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
c. Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative
intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya
berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik
d. Hipertensi sistemik.
Hipertens sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak
langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan
memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya
after load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
e. Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat
aktivitas yang rendah.
f. Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit
jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
g. Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2-
4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya
abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan
trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan
trombogenesis).
2. Faktor Resiko Yang Tidak
Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang
tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya
a. Usia
Resiko meningkat
pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya setelah
menopause)
b. Jenis Kelamin
Morbiditas
akibat penyakit jantung koroner (PJK)pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogn yang
bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat
dengan cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa menopause
c. Riwayat Keluarga
Riwayat anggota
keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia 70 tahun merupakan
factor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga
menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa
riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga
dekat
d. RAS
Insidensi
kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi
dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada
RAS apro-karibia.
e. Geografi
Tingkat kematian
akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara
dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur
sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.
f. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian
A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius,
dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan
antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
g. Kelas social
Tingkat kematian
akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih
dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal dokter, pengacara dll).
Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk
mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual
D.
Patofisiologi
AMI terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung
cukup lama yaitu lebih dari 30-45 menit
sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang
terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi
paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner / coronary artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang
telah terbentuk dalam beberapa tahun di
dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplay darah dan
oksigen pada jantung) Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan
darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah baik
total maupun sebagian pada arteri koroner.
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai
bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan
merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot
jantung ang rusak itu akan mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya
sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri
koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam
beberapa kasus ini
Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi
obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok; dan paparan suhu dingin
yang ekstrim Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa
menimbulkan infark jika terlambat dalam penangananya. Letak infark ditentukan
juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung.
Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian
arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu Desenden Anterior dan arteri
sirkumpeks kiri. Arteri koronaria Desenden Anterior kiri berjalan melalui bawah
anterior dinding ke arah afeks jantung. Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga
dari septum intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan ventrikel kiri anterior.
Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding
lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium
kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel
posterior.Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan
arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung.
Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA,
nodus AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan
permukaan diafragmatik ventrikel kiri. Berdasarkan hal diatas maka dapat
diketahui jika infark anterior kemungkinan disebabkan gangguan pada cabang
desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi
pada arteri koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang
terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial.
Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural, sedangkan
jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis
akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi
(disekeliling daerah infark).
Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai
berikut: Daya kontraksi menurun; Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena
infark akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi); Perubahan daya
kembang dinding ventrikel; Penurunan volume sekuncup; Penurunan fraksi ejeksi.
Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini:
Ukuran infark à jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik; Lokasi
Infark àdinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar
dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior; Sirkulasi kolateral à
berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik dan hiperferfusi regional untuk
memperbaiki aliran darah yang menuju miokardium. Sehingga semakin banyak
sirkulasi kolateral, maka gangguan yang terjadi
minimal; Mekanisme kompensasi à bertujuan untuk
mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika
mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.
E.
Manifestasi Klinis
Tidak
semua serangan mulai secara tiba-tiba disertai nyeri yang sangat parah seperti yang sering kita lihat
pada tayangan TV atau sinema. Tanda dan gejala dari
serangan jantung tiap orang tidak sama. Banyak serangan jantung berjalan lambat
sebagai nyeri ringan atau perasaan tidak nyaman. Bahkan beberapa orang tanpa
gejala sedikitpun (dinamakan silent heart attack). Akan tetapi pada umumnya serangan AMI ini ditandai oleh
beberapa hal berikut
1.
Nyeri Dada
Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan nyeri dada.
Perbedaan dengan nyeri pada angina adalah nyer pada AMI lebih panjang yaitu
minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada
angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark
tidak.Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya
keringat dingin atau perasaan takut. Meskipun AMI memiliki ciri nyeri yang khas
yaitu menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi
pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya
terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy. gambaran klinis bisa
bervariasi dari pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai
pada pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat
berkembang menjadi syok dan oedem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja
tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal.
Serangan infark miokard biasanya
akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa,
maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan
akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia
tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang
berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut
terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi
hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian
menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari.
Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau
membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan,
kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan
kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis
akut).
Terdapat laporan adanya infark
miokard tanpa rasa sakit. Namun bila pasien-pasien ini ditanya secara cermat,
mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau rasa benjol didada
yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang.
Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang
kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi
cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior.
pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah
jarang, ketidak sadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output yang
berkurang bisa sekali-sekali terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat,
mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari
hari 1 hingga 2 minggu, rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak
bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa
distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan
(gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina
menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil
(unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.
2.
Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan
hipervenntilasi.Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan
tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
3.
Gejala Gastrointestinal
peningkatan aktivitas vagal menyebabkan
mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi
diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan terlebih-lebih apabila diberikan martin
untuk rasa sakitnya.
4.
Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau
sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (misalnya
stroke, iskemia ekstrimitas)
5.
Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat
bagai abu dengan berkeringat, kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda
klinis dari syok tidak dijumpai.
6. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada
blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi
klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi
untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan
kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.
Tanda dan gejala infark
miokard ( TRIAS ) adalah :
1.
Nyeri :
·
Nyeri dada yang
terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region
sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
·
Keparahan nyeri
dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
·
Nyeri tersebut
sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke
bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
·
Nyeri mulai secara
spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap
selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin (NTG).
·
Nyeri dapat menjalar
ke arah rahang dan leher.
·
Nyeri sering
disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau
kepala terasa melayang dan mual muntah.
·
Pasien dengan
diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang
menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman
nyeri).
2.
Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
·
CPK-MB/CPK
Isoenzim
yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
·
LDH/HBDH
Meningkat
dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
·
AST/SGOT
Meningkat (
kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali
normal dalam 3 atau 4 hari.
3.
EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya
gelombang T tinggi dan simetris. Setelah
ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya
gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
F.
Komplikasi
Perluasan infark dan iskemiapasca infark,aritmia (sinus
bradikardi, supraventrikulertakiaritmia,aritmia ventrikular, gangguan
konduksi), disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi, dan shock),
infarkventrikel kanan, defek mekanik, ruptur miokard,aneurisma ventrikel
kiri,perikarditis, dan trombus mural.
G.
Pemeriksaan Penunjang
1.
EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T.
Inverted, ST depresi, Q. patologis
2.
Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
3.
Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi
dan kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi
4.
Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak
pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
5.
Kecepatan
sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI ,
menunjukkan inflamasi.
6.
Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas
fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
7.
GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses
penyakit paru akut atau kronis.
8.
Kolesterol atau
Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis
sebagai penyebab AMI.
9.
Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran
jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
10.
Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi,
gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
11.
Pemeriksaan
pencitraan nuklir
a.
Talium :
mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau
luasnya IMA
b.
Technetium
: terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12.
Pencitraan darah
jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan
umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
13.
Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan
arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi
dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau
emergensi.
14.
Digital subtraksion
angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
15.
Nuklear Magnetic
Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah,
serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area
nekrosis atau infark dan bekuan darah.
16.
Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap
aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan.
H.
Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan
serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk
penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut.Berikut ini adalah penanganan
yang dilakukan pada pasien dengan AMI:
1. Berikan oksigen meskipun
kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan,
dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit
melalu binasal kanul.
2. Pasang monitor kontinyu EKG
segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca
serangan
3. Pasien dalam kondisi bedrest
untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih
lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan kepada
sel-selnya untuk memulihkan diri
4. Pemasangan IV line untuk
memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan. Pada awal-awal
serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupa nutrisi lewat mulut
karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa
membebani jantung.
5. Pasien yang dicurigai atau
dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin (antiplatelet)
untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang elergi
terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel.
6. Nitroglycerin dapat
diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki aliran
darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat membedakan apakah
ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang dengan pemberian
nitrogliserin.
7.
Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat
mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien
dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin
8. Pada prinsipnya jika
mendapatkan korban yang dicurigai mendapatkan serangan jantung, segera hubungi
118 untuk mendapatkan pertolongan segera. Karena terlambat 1-2 menit saa nyawa
korban mungkin tidak terselamatkan lagi
I.
Proses Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Primary survey
1)
Airways
·
Sumbatan atau
penumpukan secret
·
Wheezing atau
krekles
2)
Breathing
·
Sesak dengan
aktifitas ringan atau istirahat
·
RR lebih dari 24
kali/menit, irama ireguler dangkal
·
Ronchi, krekles
·
Ekspansi dada tidak
penuh
·
Penggunaan otot
bantu nafas
3)
Circulation
·
Nadi lemah , tidak
teratur
·
Takikardi
·
TD meningkat /
menurun
·
Edema
·
Gelisah
·
Akral dingin
·
Kulit pucat,
sianosis
·
Output urine menurun
b. Secondary Survey
1)
Aktifitas
Gejala :
c.
Kelemahan
d.
Kelelahan
e.
Tidak dapat tidur
f.
Pola hidup menetap
g.
Jadwal olah raga
tidak teratur
Tanda :
1.
Takikardi
2.
Dispnea pada
istirahat atau aaktifitas
2)
Sirkulasi
Gejala :
-
riwayat
IMA sebelumnya
-
penyakit
arteri koroner
-
masalah
tekanan darah
-
diabetes
mellitus
Tanda :
-
Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk atau berdiri
-
Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau
lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus
(disritmia)
-
Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
-
Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau
disfungsi otot jantung
-
Friksi ; dicurigai
Perikarditis
-
Irama jantung dapat
teratur atau tidak teratur
-
Edema
Distensi vena juguler, edema dependent ,
perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
-
Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada
membran mukossa atau bibir
3)
Integritas
ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya
kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau
perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak
mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
4)
Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5)
Makanan
atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati
atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering,
berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6)
Hygiene
Gejala atau tanda :
lesulitan melakukan tugas perawatan
7)
Neurosensori
Gejala : pusing,
berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)
Tanda : perubahan mental,
kelemahan
8)
Nyeri
atau ketidaknyamanan
Gejala :
-
Nyeri dada yang
timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
viseral)
-
Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal ,
prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
-
Kualitas :
“Crushing ”, menyempit,
berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
-
Intensitas :
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
-
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien
pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia
9)
Pernafasan:
Gejala :
-
dispnea tanpa atau
dengan kerja
-
dispnea nocturnal
-
batuk dengan atau
tanpa produksi sputum
-
riwayat merokok,
penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
-
peningkatan
frekuensi pernafasan
-
nafas sesak / kuat
-
pucat, sianosis
-
bunyi nafas (
bersih, krekles, mengi ), sputum
10) Interkasi social
Gejala :
-
Stress
-
Kesulitan koping
dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
-
Kesulitan istirahat
dengan tenang
-
Respon terlalu emosi
( marah terus-menerus, takut ), menarik diri
2.
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran
darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler
( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar
edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai
dengan :
-
Dispnea berat
-
Gelisah
-
Sianosis
-
Perubahan GDA
-
Hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal
(pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi
< 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS.
Kriteria hasil :
-
Tidak sesak nafas
-
Tidak gelisah
-
GDA dalam batas
Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan
saturasi < 80 mmHg )
Intervensi :
a.
Catat frekuensi
& kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan
b.
Auskultasi paru
untuk mengetahui penurunan / tidak
adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles,
ronki dll.
c.
Lakukan tindakan
untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya, batuk, penghisapan lendir dll.
d.
Tinggikan kepala /
tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
e.
Kaji toleransi
aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital
berubah.
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan
otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
ditandai dengan :
-
Daerah perifer
dingin
-
EKG elevasi segmen
ST & Q patologis pada lead tertentu
-
RR lebih dari 24 x/
menit
-
Kapiler refill lebih
dari 3 detik
-
Nyeri dada
-
Gambaran foto torak
terdapat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
-
HR lebih dari 100
x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa Co2
> 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
-
Nadi lebih dari 100
x/ menit
-
Terjadi peningkatan
enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama
dilakukan tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
-
Daerah perifer
hangat
-
Tidak ada sianosis
-
Gambaran EKG tidak
menunjukan perluasan infark
-
RR 16-24 x/ menit
-
Tidak terdapat
clubbing finger
-
Kapiler refill <
3 detik.
-
Nadi 60-100x / menit
-
TD 120/80 mmHg
Intervensi :
a.
Monitor frekuensi
dan irama jantung
b.
Observasi
perubahan status mental
c.
Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
d.
Ukur haluaran urin
dan catat berat jenisnya
e.
Kolaborasi : Berikan
cairan IV sesuai indikasi
f.
Pantau pemeriksaan
diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit, GDA( Pa O2, Pa CO2
dan saturasi O2 ) dan
pemberian oksigen.
3) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri ditandai dengan :
-
nyeri dada dengan /
tanpa penyebaran
-
wajah meringis
-
gelisah
-
delirium
-
perubahan nadi,
tekanan darah.
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah
dilakukan tindakan perawatan selama di RS
Kriteria
Hasil:
-
Nyeri dada berkurang
misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
-
Ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
-
Tidak gelisah
-
Nadi 60-100 x /
menit,
-
TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :
a.
Observasi
karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
b.
Anjurkan pada klien
menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
c.
Bantu klien
melakukan tehnik relaksasi, misalnya dengan nafas dalam, perilaku distraksi,
visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
d.
Pertahankan
Oksigenasi dengan nasal kanul contohnya
( 2-4 L/ menit )
e.
Monitor tanda-tanda
vital ( nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
f.
Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
4) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
-
Tidak ada edema
-
Tidak ada disritmia
-
Haluaran urin normal
-
TTV dalam batas
normal
Intervensi :
a.
Pertahankan tirah
baring selama fase akut
b.
Kaji dan laporkan
adanya tanda-tanda penurunan COP, TD
c.
Monitor haluaran
urin
d.
Kaji dan pantau TTV
tiap jam
e.
Kaji dan pantau EKG
f.
Berikan oksigen
sesuai kebutuhan
g.
Auskultasi
pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
h.
Berikan cairan
parenteral dan obat-obatan sesuai advis
5) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan
tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat
dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
-
Tekanan darah dalam
batas normal
-
Tidak ada distensi
vena perifer/ vena dan edema dependen
-
Paru bersih
-
Berat badan ideal (
BB idealTB –100 ± 10 %)
Intervensi :
a.
Ukur masukan /
haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan
cairan
b.
Observasi adanya
oedema dependen
c.
Pertahankan masukan
total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
d.
Kolaborasi: pemberian diet rendah natrium, berikan
diuetik.
6) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen miocard dan
kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan
gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya
disritmia, kelemahan umum.
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien
setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
-
klien berpartisipasi
dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
-
frekuensi
jantung 60-100 x/ menit
-
TD 120-80 mmHg
Intervensi :
a.
Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
b.
Tingkatkan istirahat
( di tempat tidur )
c.
Batasi aktifitas
pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
d.
Jelaskan pola
peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1
jam setelah makan.
e.
Kaji ulang tanda
gangguan yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.
7) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis
Tujuan :
Cemas hilang / berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
-
Klien tampak rileks
-
Klien dapat
beristirahat
-
TTV dalam batas
normal
Intervensi :
a.
Kaji tanda dan
respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
b.
Ciptakan lingkungan
yang tenang dan nyaman
c.
Ajarkan tehnik
relaksasi
d.
Minimalkan rangsang
yang membuat stress
e.
Diskusikan dan
orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
f.
Berikan sentuhan
pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
g.
Berikan support
mental
h.
Kolaborasi pemberian
sedatif sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Carolyn M. Hudak. 1997. Critical Care
Nursing : A Holistic Approach. Edisi
VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C.
1999. Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa:
Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
Kasuari. 2002. Asuhan
Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan
Patofisiology. Magelang: Poltekes Semarang PSIK Magelang
Lynda Juall Carpenito. 2001.
Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC
Mansjoer Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius
Price, S.A. & Wilson, L.M. 1994. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare,
B.G. 2000. Brunner and Suddarth’s
textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa
: Waluyo, A. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment