Monday, March 18, 2019

ASUHAN KEPERAWATAN INFARK MIOKARD AKUT


ASUHAN KEPERAWATAN INFARK MIOKARD AKUT

A.      PENGERTIAN
            Infark miokard adalah kematian/nekrosis jaringan miokard akibat  penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup.
Infark miokard adalah kematian jaringan miokard yang diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner moikard (Carpenito, 2001).
Hudak & Gallo, 1994
Infark miokard adalah akibat dari penyakit arteri koroner (PAK) dengan kerusakan jaringan  yang menyertai dan nekrosis.
Infark miokard adalah kematian jaringan otot jantung yang ditandai adanya sakit dada yang khas: lama sakitnya lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina (PKJPDN Harapan Kita, 2001).

B.       ETIOLOGI
Ketidakadekuatan aliran darah akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat syok atau pendarahan. Faktor resiko menurut Framingham:
a)         Hiperkolesterolemia : > 275 mg/dl
b)        Merokok sigaret : > 20/hari
c)         Kegemukan : > 120 % dari BB ideal
d)        Hipertensi : > 160/90 mmHg
e)         Gaya hidup monoton.

Faktor-faktor lain yang dapat memungkinkan berkembangnya PAK adalah sebagai berikut:
a)         Riwayat penyakit jantung keluarga
b)        Kepribadian tipe A (sangat ambisius, pandangan kompetitif, serba cepat)
c)         Diabetes militus atau ters toleransi glukosa abnormal
d)        Jenis kelamin pria
e)         Menggunakan kontrasepsi oral
f)         Menopause
g)        Diet kolesterol tinggi dan lemak tinggi.

C.      MANIFESTASI KLINIS
  1. Nyeri
Nyeri dada yang terjadi secara mendadak, sangat sakit, dan seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus kebawah menuju lengan kiri, dan leher. Biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas. Terjadi lebih intensif dan menetap daripada angina (lebih dari 30 menit), tidak sepenuhnya menghilang dengan istirahat maupun pemberian nitrogliserin, sering disertai nausea, berkeringat, dan sangat menakutkan pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat, takikardi, dan bunyi jantung III (bila disertai gagal jantung kongestif).
  1. Laborat
Jika bagian yang mati cukup besar, enzim akan dilepaskan dari sel miokardium dalam aliran darah. Pada diagnosis AMI, yang penting bukan banyaknya kadar konsentrasi enzim, tetapi nilai maksimalnya yang terjadi hanya sementara.
  1. CPK-MB/CPK
Kreatinin kinase miokardium akan meningkat 4-6 jam, memuncak pada 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam
  1. LBH/HBDH
Laktat Dehidrogenasi miokardium meningkat dalam 12-24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal.
  1. ASAT/SGOT
Aspartan aminotransferase meningkat dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.
  1. EKG
Ciri utama infark transmural adalah gelombang Q yang abnormal yang berlangsung >0,04 detik dan voltasenya >25% dari keseluruhan voltase QRS. Gelombang Q yang abnormal terjadi dalam jangka waktu satu hari, akibat miokardium yang mengalami nekrosis tidak memberikan sinyal listrik sehingga saat segmen miokardium iniharus terdepolarisasi (dalam 0,04 detik pertama), vektor eksitasi dari bagian jantung yang normal dan berseberangan akan mendominasi vektor penjumlahan. Karena itu “vektor 0,04” ini akan “meunjuk keluar’ dari tempat infark, misalnya pada infar dinding anterior, sehingga kan tercatat terutama pada V5, V6, I, dan aVL sebagai gelombang Q yang besar (gelombang R yang kecil). Gelombang Q yang abnormal akan tetap ada selama beberapa tahun kemudian sehingga bukan merupakan tanda diagnosa infark akut.
Segmen ST elevasi pada EKG merupakan tanda iskemia, namun bukan (belum) tanda kematian jaringan miokardium. Segmen ST elevasi terjadi  :
·           Selama serangan angina
·           Pada infark nontransmural
·           Pada permukaan infark transmural
·           Pada batas infark transmural yang telah terjadi beberpa jam hingga beberapa hari sebelumnya.
Segmen ST kembali normal dalam waktu satu hingga dua hari setelah MI, namun beberpa minggu kemudian akan timbul gelombang T terbalik.

D.      KOMPLIKASI
  1. Aritmia
  2. Bradikardia sinus
  3. Irama nodal












F.       PENUNJANG DIAGNOSIS
a)      Elektrokardiograf (EKG)
Adanya gelombang patologik disertai dengan peninggian segmen ST yang konveks dan diikuti gelombang T yang negatif dan simetrik.Yang terpenting ialah kelainan Q yaitu menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari ¼).

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal  adanya  gelombang T tinggi dan simetris. Setelah  ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian  ialah adanya  gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKpOiSKhKPb-8B_RZ_pCosMf2uG1tQYhqtz7ciQGSFggSswGXOorZCjG0b_G7Y1NZz7k9-8HbbdPY7Gnyodmet7BvQMvGiJqvdDO5Nizrw3Rzl-_z80Uc_u-e07Wilpmd0UCXPsom9JyA/s320/stemi-and-nstemi-ecg-illustration-pu.jpg


b)      Pemeriksaan Enzim-Enzim Jantung
Pemeriksaan seri enzim-enzim jantung diperoleh dari gambaran contoh darah tiap 8 jam selama 1 sampai 2 hari. Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak protein terlepas dari bagian dalam sel otot jantung ke dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus diobservasi adalah kreatinkinase (CK), laktat dehidrogenase (LDH) dan transaminase oksaloasetat glutamik serum (SGOT).
Creatinin fosfakinase (CPK). Iso enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah naik pada hari pertama (kurang lebih 6 jam sesudah serangan) dan sudah kembali ke nilai normal pada hari ke 3.
SGOT (Serum Glutamic Oxalotransamine Test) normal kurang dari 12 mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12- 48 jam sesudah serangan dan akan kembali normal pada hari ke 7 dan 12. Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya peninggian LED, lekositosis ringan, kadang-kadang hiperglikemia ringan.

c)    Vektokardiografi
Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah konduksi dan gangguan seperti hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel jantung serta blok jantung.
d)     Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner  besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
e)      Skintigrafi talium
Memungkinkan untuk imaging miokard setelah injeksi talium-201, suatu “cold spot” terjadi pada gambaran yang menunjukan area iskemia.

G.      PENATALAKSANAAN
Tujuannya adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplay oksigen jantung. Therapi obat-obatan, pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan fungsi jantung.
Ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplay oksigen yaitu :
  1. Vasodilator
    Vasodilator pilihan yang digunakan untuk mengurangi nyeri jantung adalah Nitrogliserin (NTG) intravena. NTG menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah diperifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali kejantung (pre load) dan mengurangi beban kerja (work load) jantung.
  2. Antikoagulan
    Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah sehingga dapat menurun kan kemungkinan pembentukan trombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah.
  3. Tranbolitik
    Tujuan pemberian obat ini adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk diarteri koroner, memperkecil penyumbatan, dan juga luasnya infark.



BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
 

PENGKAJIAN
Tetapkan penatalaksanaan dasar untuk mendapatkan informasi tentang status terakhir pasien sehingga semua penyimpangan yang terjadi dapat segera diketahui.
  1. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
·      Penyakit pembuluh darah arteri.
·      Serangan jantung sebelumnya.
·      Riwayat keluarga atas penyakit jantung/serangan jantung positif.
·      Kolesterol serum tinggi (diatas 200 mg/L).
·      Perokok
·      Diet tinggi garam dan tinggi lemak.
·      Kegemukan.( BB idealTB –100 ± 10 % )
·      Wanita pasca menopause karena terapi estrogen.
  1. Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian kardiovaskuler dapat menunjukan :
·      Nyeri dada berkurang dengan istirahat atau pemberian nitrat (temuan yang paling penting) sering juga disertai :
·      Perasaan ancaman pingsan dan atau kematian
·      Diaforesis.
·      Mual dan muntah kadang-kadang.
·      Dispneu.
·      Sindrom syok dalam berbagai tingkatan (pucat, dingin, kulit lembab atau basah, turunnya tekanan darah, denyut nadi yang cepat, berkurangnya nadi perifer dan bunyi jantung).
·      Demam (dalam 24 – 48 jam ).
  1. Kaji nyeri dada sehubungan dengan :
·      Faktor perangsang
·      Kualitas.
·      Lokasi.
·      Beratnya.
  1. Pemeriksaan Diagnostik
·      EKG, menyatakan perpindahan segmen ST, gelombang Q, dan perubahan gelombang T.
·      Berdasarkan hasil sinar X dada terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru.
·      Enzim jantung (Gawlinski, 1989)
·      Kreatinin kinase (CK) – isoenzim MB mulai naik dalam 6 jam, memuncak dalam 18 – 24 jam dan kembali normal antara 3 – 4 hari, tanpa terjadinya neurosis baru.  Enzim CK – MB ssering dijadikan sebagai indikator Infark Miokard.
·      Laktat dehidrogenase (LDH) mulai meningkat dalam 6 – 12 jam, memuncak dalam 3 – 4 hari dan normal 6 –12 hari.
·      Aspartat aminotransferase serum (AST) mulai meningkat dalam 8 – 12 jam dan bertambah pekat dalam 1 – 2 hari.  Enzim ini muncul dengan kerusakan yang hebat dari otot tubuh.
·      Test tambahan termasuk pemeriksaan elektrolit serum, lipid serum, urinalisis, analisa gas darah (AGD).

A.    Tes Diagnostik

·      EKG
·      Laboratorium:
~     Enzim/Isoenzim Jantung
~     Radiologi
~     Ekokardiografi



B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)      Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2)      Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3)       (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.

INTERVENSI KEPERAWATAN
1)      Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.

Intervensi:
1.    Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
2.    Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien
3.    Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
4.    Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:

~     Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
~     Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
~     Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
~     Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
Rasional :
·      Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
·      Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
·      Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
·      Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
·      Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
·      Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.

2)      Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.

Intervensi:
1.    Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
2.    Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
3.    Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
4.    Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
5.    Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
6.    Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.

Rasional:
·           Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
·           Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
·           Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
·           Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
·           Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
·           Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.

3)      (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.

Intervensi:
1.    Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)
2.    Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
3.    Auskultasi bunyi napas.
4.    Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
5.    Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
6.    Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
7.    Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan.
Rasional:
·      Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.
·      S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
·      Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.
·      Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
·      Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
·      Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.
·      Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem konduksi.
DAFTAR PUSTAKA


Doenges Marilynn E, Mary Frances Moorhouse & Alice C. Geissler. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. EGC. Jakarta.

Mansjoer Arif dkk. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.

Noer H. M Sjaifullah. (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Price Sylvia Andersen & Lorraine M. Wilson. (1995). Pathofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. EGC. Jakarta.

Samekto M Widiastuti. (2001). Infark Miokard Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang

Smetzler Suzanne C & Brenda G. Bare.  (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. EGC. Jakarta.









No comments:

Post a Comment