ASUHAN KEPERAWATAN INFARK
MIOKARD AKUT
A.
PENGERTIAN
Infark
miokard adalah kematian/nekrosis jaringan miokard akibat penurunan
secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya
peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria
yang cukup.
Infark miokard adalah kematian jaringan miokard yang diakibatkan oleh
kerusakan aliran darah koroner moikard (Carpenito, 2001).
Hudak &
Gallo, 1994
Infark miokard adalah akibat dari penyakit arteri koroner (PAK) dengan
kerusakan jaringan yang menyertai dan nekrosis.
Infark miokard adalah kematian jaringan otot jantung yang ditandai adanya
sakit dada yang khas: lama sakitnya lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan
istirahat atau pemberian anti angina (PKJPDN Harapan Kita, 2001).
B.
ETIOLOGI
Ketidakadekuatan aliran darah akibat
dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat terjadinya aterosklerosis,
atau penurunan aliran darah akibat syok atau pendarahan. Faktor
resiko menurut Framingham:
a) Hiperkolesterolemia
: > 275 mg/dl
b) Merokok
sigaret : > 20/hari
c) Kegemukan
: > 120 % dari BB ideal
d) Hipertensi
: > 160/90 mmHg
e) Gaya
hidup monoton.
Faktor-faktor lain yang dapat memungkinkan berkembangnya PAK adalah sebagai
berikut:
a) Riwayat penyakit
jantung keluarga
b) Kepribadian tipe A
(sangat ambisius, pandangan kompetitif, serba cepat)
c) Diabetes militus
atau ters toleransi glukosa abnormal
d) Jenis kelamin pria
e) Menggunakan
kontrasepsi oral
f) Menopause
g) Diet kolesterol tinggi
dan lemak tinggi.
C.
MANIFESTASI
KLINIS
- Nyeri
Nyeri dada yang terjadi secara mendadak, sangat sakit,
dan seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus kebawah menuju
lengan kiri, dan leher. Biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas. Terjadi lebih intensif dan menetap daripada angina (lebih dari 30 menit),
tidak sepenuhnya menghilang dengan istirahat maupun pemberian nitrogliserin,
sering disertai nausea, berkeringat, dan sangat menakutkan pasien. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat, takikardi, dan bunyi jantung III (bila
disertai gagal jantung kongestif).
- Laborat
Jika bagian yang mati cukup besar, enzim akan
dilepaskan dari sel miokardium dalam aliran darah. Pada diagnosis AMI, yang
penting bukan banyaknya kadar konsentrasi enzim, tetapi nilai maksimalnya yang
terjadi hanya sementara.
- CPK-MB/CPK
Kreatinin kinase miokardium akan meningkat 4-6 jam,
memuncak pada 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam
- LBH/HBDH
Laktat Dehidrogenasi miokardium meningkat dalam 12-24
jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal.
- ASAT/SGOT
Aspartan aminotransferase meningkat dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.
- EKG
Ciri utama infark transmural adalah gelombang Q yang
abnormal yang berlangsung >0,04 detik dan voltasenya >25% dari
keseluruhan voltase QRS. Gelombang Q yang abnormal terjadi dalam jangka waktu
satu hari, akibat miokardium yang mengalami nekrosis tidak memberikan sinyal
listrik sehingga saat segmen miokardium iniharus terdepolarisasi (dalam 0,04
detik pertama), vektor eksitasi dari bagian jantung yang normal dan
berseberangan akan mendominasi vektor penjumlahan. Karena itu “vektor 0,04” ini
akan “meunjuk keluar’ dari tempat infark, misalnya pada infar dinding anterior,
sehingga kan tercatat terutama pada V5, V6, I, dan aVL sebagai gelombang Q yang
besar (gelombang R yang kecil). Gelombang Q yang abnormal akan tetap ada selama
beberapa tahun kemudian sehingga bukan merupakan tanda diagnosa infark akut.
Segmen ST elevasi pada EKG merupakan tanda iskemia,
namun bukan (belum) tanda kematian jaringan miokardium. Segmen ST elevasi
terjadi :
·
Selama serangan angina
·
Pada infark nontransmural
·
Pada permukaan infark transmural
·
Pada batas infark transmural yang
telah terjadi beberpa jam hingga beberapa hari sebelumnya.
Segmen ST kembali normal dalam waktu satu hingga dua
hari setelah MI, namun beberpa minggu kemudian akan timbul gelombang T
terbalik.
D.
KOMPLIKASI
- Aritmia
- Bradikardia
sinus
- Irama
nodal
F.
PENUNJANG
DIAGNOSIS
a)
Elektrokardiograf
(EKG)
Adanya gelombang patologik disertai
dengan peninggian segmen ST yang konveks dan diikuti gelombang T yang negatif
dan simetrik.Yang terpenting ialah kelainan Q yaitu menjadi lebar (lebih dari
0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari ¼).
Perubahan
EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan
simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi
kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya
nekrosis.
b)
Pemeriksaan Enzim-Enzim Jantung
Pemeriksaan
seri enzim-enzim jantung diperoleh dari gambaran contoh darah tiap 8 jam selama
1 sampai 2 hari. Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak protein terlepas
dari bagian dalam sel otot jantung ke dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus
diobservasi adalah kreatinkinase (CK), laktat dehidrogenase (LDH) dan
transaminase oksaloasetat glutamik serum (SGOT).
Creatinin fosfakinase (CPK). Iso
enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra
sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah
naik pada hari pertama (kurang lebih 6 jam sesudah serangan) dan sudah kembali
ke nilai normal pada hari ke 3.
SGOT (Serum Glutamic Oxalotransamine
Test) normal kurang dari 12 mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12-
48 jam sesudah serangan dan akan kembali normal pada hari ke 7 dan 12.
Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya peninggian LED, lekositosis ringan,
kadang-kadang hiperglikemia ringan.
c)
Vektokardiografi
Pengukuran
noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah konduksi dan gangguan seperti
hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel jantung serta blok jantung.
d)
Angiografi
Tes diagnostik
invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi
langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap
ventrikel kiri.
e)
Skintigrafi talium
Memungkinkan untuk imaging miokard
setelah injeksi talium-201, suatu “cold spot” terjadi pada gambaran yang
menunjukan area iskemia.
G.
PENATALAKSANAAN
Tujuannya
adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan
keseimbangan antara kebutuhan dan suplay oksigen jantung. Therapi obat-obatan,
pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap
mempertahankan fungsi jantung.
Ada tiga
kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplay oksigen yaitu
:
- Vasodilator
Vasodilator pilihan yang digunakan untuk mengurangi nyeri jantung adalah Nitrogliserin (NTG) intravena. NTG menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah diperifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali kejantung (pre load) dan mengurangi beban kerja (work load) jantung. - Antikoagulan
Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah sehingga dapat menurun kan kemungkinan pembentukan trombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah. - Tranbolitik
Tujuan pemberian obat ini adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk diarteri koroner, memperkecil penyumbatan, dan juga luasnya infark.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Tetapkan penatalaksanaan dasar untuk mendapatkan
informasi tentang status terakhir pasien sehingga semua penyimpangan yang
terjadi dapat segera diketahui.
- Riwayat
atau adanya faktor-faktor resiko :
·
Penyakit pembuluh darah arteri.
·
Serangan jantung sebelumnya.
·
Riwayat keluarga atas penyakit
jantung/serangan jantung positif.
·
Kolesterol serum tinggi (diatas 200
mg/L).
·
Perokok
·
Diet tinggi garam dan tinggi lemak.
·
Kegemukan.( BB idealTB –100 ± 10 % )
·
Wanita pasca menopause karena terapi
estrogen.
- Pemeriksaan
fisik berdasarkan pengkajian kardiovaskuler dapat menunjukan :
·
Nyeri dada berkurang dengan
istirahat atau pemberian nitrat (temuan yang paling penting) sering juga
disertai :
·
Perasaan ancaman pingsan dan atau
kematian
·
Diaforesis.
·
Mual dan muntah kadang-kadang.
·
Dispneu.
·
Sindrom syok dalam berbagai
tingkatan (pucat, dingin, kulit lembab atau basah, turunnya tekanan darah,
denyut nadi yang cepat, berkurangnya nadi perifer dan bunyi jantung).
·
Demam (dalam 24 – 48 jam ).
- Kaji
nyeri dada sehubungan dengan :
·
Faktor perangsang
·
Kualitas.
·
Lokasi.
·
Beratnya.
- Pemeriksaan
Diagnostik
·
EKG, menyatakan perpindahan segmen
ST, gelombang Q, dan perubahan gelombang T.
·
Berdasarkan hasil sinar X dada
terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru.
·
Enzim jantung (Gawlinski,
1989)
·
Kreatinin kinase (CK) – isoenzim MB
mulai naik dalam 6 jam, memuncak dalam 18 – 24 jam dan kembali normal antara 3
– 4 hari, tanpa terjadinya neurosis baru. Enzim CK – MB ssering
dijadikan sebagai indikator Infark Miokard.
·
Laktat dehidrogenase (LDH) mulai
meningkat dalam 6 – 12 jam, memuncak dalam 3 – 4 hari dan normal 6 –12 hari.
·
Aspartat aminotransferase serum
(AST) mulai meningkat dalam 8 – 12 jam dan bertambah pekat dalam 1 – 2
hari. Enzim ini muncul dengan kerusakan yang hebat dari otot tubuh.
·
Test tambahan termasuk pemeriksaan
elektrolit serum, lipid serum, urinalisis, analisa gas darah (AGD).
A. Tes Diagnostik
·
EKG
·
Laboratorium:
~
Enzim/Isoenzim Jantung
~
Radiologi
~
Ekokardiografi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)
Nyeri akut b/d iskemia miokard
akibat sumbatan arteri koroner.
2)
Intoleransi aktivitas b/d
ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3)
(Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d
perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan
preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard,
kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
1) Nyeri akut
b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
Intervensi:
1.
Pantau nyeri (karakteristik, lokasi,
intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan
hemo-dinamik
2.
Berikan lingkungan yang tenang dan
tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien
3.
Bantu melakukan teknik relaksasi
(napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
4.
Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi:
~
Antiangina seperti nitogliserin
(Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
~
Beta-Bloker seperti atenolol
(Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
~
Analgetik seperti morfin, meperidin
(Demerol)
~
Penyekat saluran kalsium seperti
verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
Rasional :
·
Menurunkan rangsang eksternal yang
dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
·
Membantu menurunkan persepsi-respon
nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
·
Nitrat mengontrol nyeri melalui efek
vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
·
Agen yang dapat mengontrol nyeri
melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard
yang buruk)
·
Morfin atau narkotik lain dapat
dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang
tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
·
Bekerja melalui efek vasodilatasi
yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan
kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.
2) Intoleransi
aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
Intervensi:
Intervensi:
1.
Pantau HR, irama, dan perubahan TD
sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
2.
Tingkatkan istirahat, batasi
aktivitas
3.
Anjurkan klien untuk menghindari
peningkatan tekanan abdominal.
4.
Batasi pengunjung sesuai dengan
keadaan klinis klien.
5.
Bantu aktivitas sesuai dengan
keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
6.
Kolaborasi pelaksanaan program
rehabilitasi pasca serangan IMA.
Rasional:
·
Menentukan respon klien terhadap
aktivitas.
·
Menurunkan kerja miokard/konsumsi
oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
·
Manuver Valsava seperti menahan
napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia,
penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan
tekanan darah.
·
Keterlibatan dalam pembicaraan
panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana
tenang bersifat terapeutik.
·
Mencegah aktivitas berlebihan;
sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
·
Menggalang kerjasama tim kesehatan
dalam proses penyembuhan klien.
3) (Risiko
tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;
infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel
dan kerusakan septum.
Intervensi:
1.
Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam
keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)
2.
Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya
murmur.
3.
Auskultasi bunyi napas.
4.
Berikan makanan dalam porsi kecil
dan mudah dikunyah.
5.
Kolaborasi pemberian oksigen sesuai
kebutuhan klien
6.
Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok
sesuai indikasi.
7.
Bantu pemasangan/pertahankan
paten-si pacu jantung bila digunakan.
Rasional:
Rasional:
·
Hipotensi dapat terjadi sebagai
akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal.
Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan
nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya.
Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah
jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.
·
S3 dihubungkan dengan GJK,
regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang
berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan
hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung
seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
·
Krekels menunjukkan kongesti paru
yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.
·
Makan dalam volume yang besar dapat
meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan
terjadinya bradikardia.
·
Meningkatkan suplai oksigen untuk
kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
·
Jalur IV yang paten penting untuk
pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.
·
Pacu jantung mungkin merupakan
tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara
permanen pada infark luas/kerusakan sistem konduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges
Marilynn E, Mary Frances Moorhouse & Alice C. Geissler. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. EGC. Jakarta.
Mansjoer Arif dkk. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid
1. Media Aesculapius. Jakarta.
Noer H. M Sjaifullah. (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
I. Edisi ketiga. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
Price Sylvia Andersen & Lorraine M. Wilson. (1995). Pathofisiologi :
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. EGC. Jakarta.
Samekto M Widiastuti. (2001). Infark
Miokard Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang
Smetzler Suzanne C & Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar
Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. EGC. Jakarta.
No comments:
Post a Comment